BAB 1
Contoh Kasus Hukum Ekonomi
Kasus PT. KEM
Sub-Komisi
Mediasi Komnas HAM bersama Walhi terlibat mediator dalam penyelesaian kasus
pelanggaran hak asasi manusia akibat beroperasinya PT. KEM di kabupaten Kutai,
Kalimantan Timur. Tim Pencari Fakta (TPF) yang di bentuk, menyimpulkan dugaan
terjadinya serangkaian pelanggaran hak asasi manusia di sekitar wilayah
pertambangan PT. KEM. Terdapat upaya sistematis dari Pemerintah dan perusahaan mendesak masyarakat
keluar dari lahan penambangannya demi kepentingan pertumbuhan ekonomi daerah.
Atas temuan tersebut, Komnas HAM membentuk Tim
kedua bertujuan mengidentifikasi dan mendokumentasikan tuntutan korban
menindaklanjuti upaya penyelesaian melalui musyawarah. Dari perundingan oleh
lembaga Kesejahteraan Masyarakat Tambang dan Lingkungan (LKMTI) mewakili
masyarakat, Walhi, PT. KEM, Pemda Kutai Barat dan Komnas HAM, dicapai
kesepakatan pada tanggal 12 September 2001 bahwa LKMTL menerima paket 53 milyar
yang ditawarkan PT. KEM. Selanjutnya LKMTI, dan PT. KEM melakukan proses
validasi yang disaksikan petinggi/kepala kampung dan dibuat komunike bersama
mengenai mekanisme pembayaran uang ganti rugi tersebut. Sedangkan kasus-kasus
pelanggaran HAM yang menjadi tanggung jawab PT. KEM, dimana para pelakunya
telah menyalahgunakan kedudukan formal mereka di PT. KEM, telah diajukan ke
pengadilan.
Kasus Penebangan
Liar
Keterlibatan aparat militer dalam operasi
kehutanan meliputi kegiatan gelap yang dilakukan oleh badan-badan usaha
militer, seperti penebangan berlebihan di area konsesi milik yayasan militer
atau pemrosesan kayu gelap di pabrik kayu yang dijalankan oleh komando
militer. Selain itu, raja-raja kayu
setempat juga telah menggantungkan diri pada komando daerah militer untuk menggunakan
intimidasi dan kekerasan guna mendapatkan persetujuan masyarakat setempat.
Raja-raja kayu ini menerima keuntungan dari kekebalan hukum yang timbul dari
hubungan mereka dengan pasukan keamanan.
Masalah ini telah diselidiki secara amat mendalam
di daerah-daerah terpencil dan di daerah yang mengalami persengkataan di
Indonesia. EIA dan LSM memperlihatkan peran militer di dalam segala aspek
penebangan liar di papua, dimana penyelundupan kayu besar-besaran sedang
terjadi. Akibat laporan EIA tentang Papua, Presiden Yudhoyono mengumumkan akan memberantas
penebangan liar dan berjanji tidak akan mengecualikan prajurit militer. Dan
pada akhirnya 200 orang prajurit militer ditangkap melalui pemberantasan
penebangan liar. Petugas pemberantasan menyampaikan kekecewaan mereka bahwa,
pada akhirnya banyak dari mereka yang ditangkap kemudian hanya dilepaskan tanpa
diberi dakwaan apapun dan dalam sebagian besar kasus ini, mereka tidak dapat
memperoleh informasi mengenai hasil peradilan militer.
Selain meremehkan kekuasaan hukum keterlibatkan
militer di dalam kegiatan kehutanan secara ilegal telah dihubungkan dengan
pelanggaran-pelanggaran hak asasi manusia. Masyarakat yang berani menentang
kegiatan penebangan hutan yang didukung oleh militer telah dituduh sebagai
kelompok separatis. Mereka juga telah menjadi korban langsung dari
prajurit-prajurit yang merampas kayu mereka untuk dijual kembali, kadang-kadang
dengan menggunakan kekerasan dan taktik intimidasi.
Kasus C & H Engineering v F Klucznic & Sons Ltd
Penggugat
menuntut tergugat atas pelanggaran hak cipta atas gambar tempat memberi makan
biri-biri yang dibuat oleh penggugat yang ditiru oleh tergugat dalam membuat
tempat makan babi. Tergugat mengajukan gugatan balik terhadap penggugat bahwa
penggugat telah melanggar hak desainnya atas tempat memberi makan babi yang
ditiru penggugat sebagai tempat memberi makan babi yang ditiru penggugat
sebagai tempat memberi makan biri-biri. Tempat memberi makan biri-biri tersebut
mempunyai tabungan berbentuk bulat yang dipasang pada sisi teratas. Tabungan
inilah yang membuat desain tempat memberi makan babi tersebut menjadi spesifik
dan tidak lumrah.
Dalam
kasus ini Aldous J memutuskan berdasarkan ketentuan pasal 226 CDPA 1988 yang
menyatakan bahwa pemegang hak desain harus dapat membuktikan adanya peniruan
tersebut. Dalam hal ini dapat dilakukan pengujian tindak pelanggarannya. Benda
yang dianggap sebagai hasil pelanggaran harus dibandingkan dengan model desain
yang dibuat oleh pendesain. Penguji ini dilakukan untuk menemukan fakta, apakah
benda yang dianggap sebagai hasil pelanggaran desain industri tersebut dibuat
sama persis atau secara substansial sama dengan desain itu. Ini membutuhkan
pengujian objektif melalui mata orang yang menjadi sasaran desain (dalam hal
ini pertenakan babi), melihat perbedaan dan persamaan antara kedua desain
tersebut.
Daftar Pustaka
KDT (2007), Panduan Bantuan Hukum Di Indonesia. Jakarta: YLBHI
Dr. Ranti Fauza Mayana,
Perlindungan Desain Industri Di Indonesia.
Jakarta: PT
Grasindo
Tidak ada komentar:
Posting Komentar