Kamis, 23 Mei 2013


BAB 1

Contoh Kasus Hukum Ekonomi

Kasus PT. KEM

Sub-Komisi Mediasi Komnas HAM bersama Walhi terlibat mediator dalam penyelesaian kasus pelanggaran hak asasi manusia akibat beroperasinya PT. KEM di kabupaten Kutai, Kalimantan Timur. Tim Pencari Fakta (TPF) yang di bentuk, menyimpulkan dugaan terjadinya serangkaian pelanggaran hak asasi manusia di sekitar wilayah pertambangan PT. KEM. Terdapat upaya sistematis dari Pemerintah dan perusahaan mendesak masyarakat keluar dari lahan penambangannya demi kepentingan pertumbuhan ekonomi daerah.

Atas temuan tersebut, Komnas HAM membentuk Tim kedua bertujuan mengidentifikasi dan mendokumentasikan tuntutan korban menindaklanjuti upaya penyelesaian melalui musyawarah. Dari perundingan oleh lembaga Kesejahteraan Masyarakat Tambang dan Lingkungan (LKMTI) mewakili masyarakat, Walhi, PT. KEM, Pemda Kutai Barat dan Komnas HAM, dicapai kesepakatan pada tanggal 12 September 2001 bahwa LKMTL menerima paket 53 milyar yang ditawarkan PT. KEM. Selanjutnya LKMTI, dan PT. KEM melakukan proses validasi yang disaksikan petinggi/kepala kampung dan dibuat komunike bersama mengenai mekanisme pembayaran uang ganti rugi tersebut. Sedangkan kasus-kasus pelanggaran HAM yang menjadi tanggung jawab PT. KEM, dimana para pelakunya telah menyalahgunakan kedudukan formal mereka di PT. KEM, telah diajukan ke pengadilan.

Kasus Penebangan Liar

Keterlibatan aparat militer dalam operasi kehutanan meliputi kegiatan gelap yang dilakukan oleh badan-badan usaha militer, seperti penebangan berlebihan di area konsesi milik yayasan militer atau pemrosesan kayu gelap di pabrik kayu yang dijalankan oleh komando militer.  Selain itu, raja-raja kayu setempat juga telah menggantungkan diri pada komando daerah militer untuk menggunakan intimidasi dan kekerasan guna mendapatkan persetujuan masyarakat setempat. Raja-raja kayu ini menerima keuntungan dari kekebalan hukum yang timbul dari hubungan mereka dengan pasukan keamanan.

Masalah ini telah diselidiki secara amat mendalam di daerah-daerah terpencil dan di daerah yang mengalami persengkataan di Indonesia. EIA dan LSM memperlihatkan peran militer di dalam segala aspek penebangan liar di papua, dimana penyelundupan kayu besar-besaran sedang terjadi. Akibat laporan EIA tentang Papua, Presiden  Yudhoyono mengumumkan akan memberantas penebangan liar dan berjanji tidak akan mengecualikan prajurit militer. Dan pada akhirnya 200 orang prajurit militer ditangkap melalui pemberantasan penebangan liar. Petugas pemberantasan menyampaikan kekecewaan mereka bahwa, pada akhirnya banyak dari mereka yang ditangkap kemudian hanya dilepaskan tanpa diberi dakwaan apapun dan dalam sebagian besar kasus ini, mereka tidak dapat memperoleh informasi mengenai hasil peradilan militer.

Selain meremehkan kekuasaan hukum keterlibatkan militer di dalam kegiatan kehutanan secara ilegal telah dihubungkan dengan pelanggaran-pelanggaran hak asasi manusia. Masyarakat yang berani menentang kegiatan penebangan hutan yang didukung oleh militer telah dituduh sebagai kelompok separatis. Mereka juga telah menjadi korban langsung dari prajurit-prajurit yang merampas kayu mereka untuk dijual kembali, kadang-kadang dengan menggunakan kekerasan dan taktik intimidasi.

Kasus C & H Engineering v F Klucznic & Sons Ltd

Penggugat menuntut tergugat atas pelanggaran hak cipta atas gambar tempat memberi makan biri-biri yang dibuat oleh penggugat yang ditiru oleh tergugat dalam membuat tempat makan babi. Tergugat mengajukan gugatan balik terhadap penggugat bahwa penggugat telah melanggar hak desainnya atas tempat memberi makan babi yang ditiru penggugat sebagai tempat memberi makan babi yang ditiru penggugat sebagai tempat memberi makan biri-biri. Tempat memberi makan biri-biri tersebut mempunyai tabungan berbentuk bulat yang dipasang pada sisi teratas. Tabungan inilah yang membuat desain tempat memberi makan babi tersebut menjadi spesifik dan tidak lumrah.

Dalam kasus ini Aldous J memutuskan berdasarkan ketentuan pasal 226 CDPA 1988 yang menyatakan bahwa pemegang hak desain harus dapat membuktikan adanya peniruan tersebut. Dalam hal ini dapat dilakukan pengujian tindak pelanggarannya. Benda yang dianggap sebagai hasil pelanggaran harus dibandingkan dengan model desain yang dibuat oleh pendesain. Penguji ini dilakukan untuk menemukan fakta, apakah benda yang dianggap sebagai hasil pelanggaran desain industri tersebut dibuat sama persis atau secara substansial sama dengan desain itu. Ini membutuhkan pengujian objektif melalui mata orang yang menjadi sasaran desain (dalam hal ini pertenakan babi), melihat perbedaan dan persamaan antara kedua desain tersebut.

Daftar Pustaka
KDT (2007), Panduan Bantuan Hukum Di Indonesia. Jakarta: YLBHI
Dr. Ranti Fauza Mayana, Perlindungan Desain Industri Di Indonesia. Jakarta: PT Grasindo

Tidak ada komentar:

Posting Komentar