Sejarah Perkembangan Koperasi Di Indonesia
Menurut sukuco dalam bukunya
“seratus tahun koperasi di Indonesia di Leuwiliang, yang didirikan pada tanggal
16 Desember 1895.
Pada hari itu, Raden Ngabei
Ariawiriaatmadja, Patih Purwokerto, bersama kawan-kawan, telah mendirikan Bank
Simpan-Pinjam untuk menolong sejawatnya para pegawai negeri pribumi melepaskan
diri cengkraman pelepas uang, yang di kala itu merajalela. Bank Simpan-Pinjam
tersebut, semacam Bank tabungan jika dipakai istilah UU No.14 Tahun 1967 tentang
Pokok-Pokok Perbankan, diberi nama “De Poerwokertosche Hulp-en Spaarbank der
Inlandsche Hoofden”. Dalam bahasa Indonesia, artinya kurang lebih sama dengan
Bank Simpan-Pinjam para “priyayi”Purwokerto.
Dalam bahasa Inggris (bagi
generasi pasca bahasa Belanda) sama dengan “the Purwokerto Mutual Loan and
Saving Bank for Native Civil Sevants”. Para
pegawai (punggawa ataau ambtenaar)
pemerintah colonial Belanda bisa disebut “priyayi”,sehingga banknya disebut
sebagai “bank priyayi”. “Gebrakan”Patih Purwokerto E. Sieburg, atasan sang
Patih. (Sumber: Penjelasan dari Ir. Hardianto Martosubroto, M.Sc. Ketua
Perkumpulan ‘trah’ Raden Ariawiriaatmaadja, Jakarta, 1995).
Tidak lama kemudian, E. Sieburg
diganti oleh WPD de Wolf van Westerode yang baru datang dari negeri Belanda,
dan ingin mewujudkan cita-citanya menyediakan kredt bagi petani melalui konsep
koperasi Raiffeisen. Koperasi tersebut adalah koperasi kredit pertanian yang
dicetuskan Friedrich Wilhelm Raiffeisen, jerman, dan dipelajari de Wolf van
Westerrode memperluas lingkup dan jangkauan “De Poerwokertosche Hulp en
Spaarbank der Inlandsche Hoofden” atau Bank Simpan Pinjam dan Kredit Pertanian
tersebut dan sekaligus sebagai perwujudan gaagasan membaangun koperasi, maka
didirikanlah lumbung-lumbung Desa di pedesaan Purwokerto. Lumpung Desa adalah
lembaga simpan-pinjam para petani dalam bentuk bukan uang, namun in-natural (simpan padi, pinjam uang). Maklum, satu abad yang silam uang (tunai)
teramat langka di pedesaan.
Dari uraian diatas jelaslah bahwa Patih Wiriaatmadja telah mendirikan ”De
poerwokertosche Hulp an Spaarbank der Inlandsche Hoofden” alias ”bank
priyayi”pada tahun 1895. Kemudian pada tahun 1896, atas prakasa de Wolf
van Westerrode berdirilah ”De Poerwokertosche Hulp, Spaar en Landbouwcredit
Bank”beserta ”Lumbung-lumbung Desa”. Namun, benarkah bank priyayi serta Lumbung Desa merupakan perintis
koperasi?
Perlu diingat
bahwa Indonesia baru mengenal perundang-perundangan koperasi pada tahun 1915,
yaitu dengan diterbitkannya ”Verordening op de Cooperative Vereningin”,
Kononklijk besluit 7 April 1915, Indisch Staatsblad No. 431. Peraturan
tersebut tidak ada bedanya dengan Undang-Undang Koperasi Negeri Belanda menurut
Staatsblad tahun 1876 No. 277. Jadi,
karena perundangan-undangan koperasi baru ada pada tahun 1915, maka pada tahun
1895 badan hokum koperasi dikenal di Indonesia.
Pada tahun 1920, diadakan
Cooperative Commissie yang diketuai oleh Dr. JH. Boeke sebagai Adviseur voor
Volks-credietwezen. Komisi ini
diberi tugas untuk menyelidiki, apakah koperasi bermanfaat di Indonesia. Hasilnya
diserahkan kepada Pemerintah pada bulan September 1921, dengan kesimpulan bahwa
koperasi dibutuhkan untuk memperbaiki perekonomian rakyat. Seiring dengan
perkembangaan jaman dan tuntutan lingkungan strategis, maka pada taahun1927
dikeluarkanlah Regeling Inlandsche Cooperative Vereenigingen (sebuah peraturan
tentang Koperasi yang khusus berlaku bagi golongan bumi putra). Untuk
menggiatkan pergerakan koperasi yang diatur menurut Peraturan Koperasi 1927,
pada akhir tahun1930 didirikanlah Jawaatan Koperasi. Jawatan koperasi waktu itu
dipimpin oleh Prof. J.H. Boeke. Sejak lahirnya, jawatan Koperasi
(1930-1934) masuk dalam lingkungan departemen BB (Departemen dalam Negeri). Kemudian pada tahun 1935, Jawatan Koperasi
dipindahkan ke Departemen EZ. (Departemen Kehakiman).
Pada tanggal 12 Juli 1947, diselenggarakan kongres gerakan koperasi se-Jawa
yang pertama di Tasikmalaya. Dalam kongres tersebut, diputuskan terbentuknya
Sentral Organisasi Koperasi Rakyat Indonesia yang disingkat SOKRI, menjadikan
taanggal12 Juli sebagai Haari Koperasi, serta menganjurkan diadakannya
pendidikan koperasi di kalangan pengurus, pegawai dan masyarakat.
Dalam proses perjuangan gerakan koperasi, pada tahun 1951 di Jawa Barat dan
Sumatera Utara didirikan badan-badan koordinasi yang merupakan badan penghubung
cita-cita antar koperasi serta merupakan sumber penerangaan dan pendidikan bagi
anggota koperasi. Dia Jawa Barat, didirikan Bank Propinsi jawa Barat yang
dimaksudkan untuk mengadakan pemusatan usaha dalam jasa keuangan bagi gerakan
koperasi di Jawa Barat.
Pada tahun 1960, Pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah No. 140
tentang Penyaluran Bahan Pokok dan menugaskan koperasi sebagai pelaksananya.
Kemudian pada tahun 1961, diselenggarakan Musyawarah Nasional Koperasi I
(Munaskop I) di Surabaya untuk melaksanakan prinsip Demokrasi Terpimpin dan
Ekonomi terpimpin. Sejak saat itu, langkah-langkah mempolitikkan koperasi mulai
tampak.
Pada tahun 1965,
Pemerintah mengeluarkan Undang-Undang No. 14 tahun 1965, dimana prinsip NASAKOM
diterapkan pada koperasi. Pada tahun itu juga dilaksanakan Munaskop II di
Jakarta, yang merupakan pengambilalihan koperasi oleh kekuatan-kekuatan politik
sebagai pelaksanaan UU, baru. Perlu diketahui bahwa, pada tahun yang sama pula
digerakkan Partai Komunis Indonesia (G
30 S/PKI), yang berpengaruh besar terhadap perkembangan koperasi.
Kemudian, pada tahun 1967, Pemerintah mengeluarkan Undang-Undang No. 12
tahun 1967 tentang Pokok-Pokok Perkoperasian yang mulai berlaku tangga; 18
Desember 1967. dengan berlakunya UU ini, semua koperasi wajib menyesuaikan diri
dan dilakukan penerbitan organisasi koperasi. Keharusan menyesuaikan diri denga
UU tersebut mengakibatkan penurunan jumlah koperasi, dari sebesar 64.000 unit
(45.000 unit di antaranya telah berbadan hukum) tinggla menjadi 15.000 unit.
Selebihnya tidak dapat menyesuaikan diri. Pada tahun 1992, UU No. 12 Tahun 1967
tersebut disempurnakan dan diganti menjadi UU. No. 25 Tahun 1992 tentang
Perkoperasian.
Di samping UU, No.25 tersebut, Pemerintah juga mengeluarkan Peraturan
Pemerintah (PP) No. 9 Tahun 1995 tentang Kegiatan Usahaa Simpan Pinjam oleh
koperasi. Peraturan pmerintah tersebut juga sekaligus memperjelas kedudukan
koperasi dalam usaha jasa keuangan, yang membedakan koperasi yang bergeraak di
sektor moneter dan sektor riil.
Sumber:
Koperasi: Teori
dan Praktik/Arifin Sitio, Halomoan Tamba; editor, Wisnu Chandra Kristiaji,
Jakarta: Erlangga, 2001.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar