Selasa, 11 Desember 2012


Sejarah Perkembangan Koperasi Di Indonesia



Menurut sukuco dalam bukunya “seratus tahun koperasi di Indonesia di Leuwiliang, yang didirikan pada tanggal 16 Desember 1895.

Pada hari itu, Raden Ngabei Ariawiriaatmadja, Patih Purwokerto, bersama kawan-kawan, telah mendirikan Bank Simpan-Pinjam untuk menolong sejawatnya para pegawai negeri pribumi melepaskan diri cengkraman pelepas uang, yang di kala itu merajalela. Bank Simpan-Pinjam tersebut, semacam Bank tabungan jika dipakai istilah UU No.14 Tahun 1967 tentang Pokok-Pokok Perbankan, diberi nama “De Poerwokertosche Hulp-en Spaarbank der Inlandsche Hoofden”. Dalam bahasa Indonesia, artinya kurang lebih sama dengan Bank Simpan-Pinjam para “priyayi”Purwokerto.

Dalam bahasa Inggris (bagi generasi pasca bahasa Belanda) sama dengan “the Purwokerto Mutual Loan and Saving Bank for Native Civil Sevants”. Para pegawai (punggawa ataau ambtenaar) pemerintah colonial Belanda bisa disebut “priyayi”,sehingga banknya disebut sebagai “bank priyayi”. “Gebrakan”Patih Purwokerto E. Sieburg, atasan sang Patih. (Sumber: Penjelasan dari Ir. Hardianto Martosubroto, M.Sc. Ketua Perkumpulan ‘trah’ Raden Ariawiriaatmaadja, Jakarta, 1995).

Tidak lama kemudian, E. Sieburg diganti oleh WPD de Wolf van Westerode yang baru datang dari negeri Belanda, dan ingin mewujudkan cita-citanya menyediakan kredt bagi petani melalui konsep koperasi Raiffeisen. Koperasi tersebut adalah koperasi kredit pertanian yang dicetuskan Friedrich Wilhelm Raiffeisen, jerman, dan dipelajari de Wolf van Westerrode memperluas lingkup dan jangkauan “De Poerwokertosche Hulp en Spaarbank der Inlandsche Hoofden” atau Bank Simpan Pinjam dan Kredit Pertanian tersebut dan sekaligus sebagai perwujudan gaagasan membaangun koperasi, maka didirikanlah lumbung-lumbung Desa di pedesaan Purwokerto. Lumpung Desa adalah lembaga simpan-pinjam para petani dalam bentuk bukan uang, namun in-natural (simpan padi, pinjam uang). Maklum, satu abad yang silam uang (tunai) teramat langka di pedesaan.

Dari uraian diatas jelaslah bahwa Patih Wiriaatmadja telah mendirikan ”De poerwokertosche Hulp an Spaarbank der Inlandsche Hoofden” alias ”bank priyayi”pada tahun 1895. Kemudian pada tahun 1896, atas prakasa de Wolf van Westerrode berdirilah ”De Poerwokertosche Hulp, Spaar en Landbouwcredit Bank”beserta ”Lumbung-lumbung Desa”. Namun, benarkah bank priyayi serta Lumbung Desa merupakan perintis koperasi?
Perlu diingat bahwa Indonesia baru mengenal perundang-perundangan koperasi pada tahun 1915, yaitu dengan diterbitkannya ”Verordening op de Cooperative Vereningin”, Kononklijk besluit 7 April 1915, Indisch Staatsblad No. 431. Peraturan tersebut tidak ada bedanya dengan Undang-Undang Koperasi Negeri Belanda menurut Staatsblad tahun 1876 No. 277. Jadi, karena perundangan-undangan koperasi baru ada pada tahun 1915, maka pada tahun 1895 badan hokum koperasi dikenal di Indonesia.

Pada tahun 1920, diadakan Cooperative Commissie yang diketuai oleh Dr. JH. Boeke sebagai Adviseur voor Volks-credietwezen. Komisi ini diberi tugas untuk menyelidiki, apakah koperasi bermanfaat di Indonesia. Hasilnya diserahkan kepada Pemerintah pada bulan September 1921, dengan kesimpulan bahwa koperasi dibutuhkan untuk memperbaiki perekonomian rakyat. Seiring dengan perkembangaan jaman dan tuntutan lingkungan strategis, maka pada taahun1927 dikeluarkanlah Regeling Inlandsche Cooperative Vereenigingen (sebuah peraturan tentang Koperasi yang khusus berlaku bagi golongan bumi putra). Untuk menggiatkan pergerakan koperasi yang diatur menurut Peraturan Koperasi 1927, pada akhir tahun1930 didirikanlah Jawaatan Koperasi. Jawatan koperasi waktu itu dipimpin oleh Prof. J.H. Boeke. Sejak lahirnya, jawatan Koperasi (1930-1934) masuk dalam lingkungan departemen BB (Departemen dalam Negeri). Kemudian pada tahun 1935, Jawatan Koperasi dipindahkan ke Departemen EZ. (Departemen Kehakiman).

Pada tanggal 12 Juli 1947, diselenggarakan kongres gerakan koperasi se-Jawa yang pertama di Tasikmalaya. Dalam kongres tersebut, diputuskan terbentuknya Sentral Organisasi Koperasi Rakyat Indonesia yang disingkat SOKRI, menjadikan taanggal12 Juli sebagai Haari Koperasi, serta menganjurkan diadakannya pendidikan koperasi di kalangan pengurus, pegawai dan masyarakat.

Dalam proses perjuangan gerakan koperasi, pada tahun 1951 di Jawa Barat dan Sumatera Utara didirikan badan-badan koordinasi yang merupakan badan penghubung cita-cita antar koperasi serta merupakan sumber penerangaan dan pendidikan bagi anggota koperasi. Dia Jawa Barat, didirikan Bank Propinsi jawa Barat yang dimaksudkan untuk mengadakan pemusatan usaha dalam jasa keuangan bagi gerakan koperasi di Jawa Barat.

Pada tahun 1960, Pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah No. 140 tentang Penyaluran Bahan Pokok dan menugaskan koperasi sebagai pelaksananya. Kemudian pada tahun 1961, diselenggarakan Musyawarah Nasional Koperasi I (Munaskop I) di Surabaya untuk melaksanakan prinsip Demokrasi Terpimpin dan Ekonomi terpimpin. Sejak saat itu, langkah-langkah mempolitikkan koperasi mulai tampak.
Pada tahun 1965, Pemerintah mengeluarkan Undang-Undang No. 14 tahun 1965, dimana prinsip NASAKOM diterapkan pada koperasi. Pada tahun itu juga dilaksanakan Munaskop II di Jakarta, yang merupakan pengambilalihan koperasi oleh kekuatan-kekuatan politik sebagai pelaksanaan UU, baru. Perlu diketahui bahwa, pada tahun yang sama pula digerakkan  Partai Komunis Indonesia (G 30 S/PKI), yang berpengaruh besar terhadap perkembangan koperasi.

Kemudian, pada tahun 1967, Pemerintah mengeluarkan Undang-Undang No. 12 tahun 1967 tentang Pokok-Pokok Perkoperasian yang mulai berlaku tangga; 18 Desember 1967. dengan berlakunya UU ini, semua koperasi wajib menyesuaikan diri dan dilakukan penerbitan organisasi koperasi. Keharusan menyesuaikan diri denga UU tersebut mengakibatkan penurunan jumlah koperasi, dari sebesar 64.000 unit (45.000 unit di antaranya telah berbadan hukum) tinggla menjadi 15.000 unit. Selebihnya tidak dapat menyesuaikan diri. Pada tahun 1992, UU No. 12 Tahun 1967 tersebut disempurnakan dan diganti menjadi UU. No. 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian.

Di samping UU, No.25 tersebut, Pemerintah juga mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) No. 9 Tahun 1995 tentang Kegiatan Usahaa Simpan Pinjam oleh koperasi. Peraturan pmerintah tersebut juga sekaligus memperjelas kedudukan koperasi dalam usaha jasa keuangan, yang membedakan koperasi yang bergeraak di sektor moneter dan sektor riil.


Sumber:
Koperasi: Teori dan Praktik/Arifin Sitio, Halomoan Tamba; editor, Wisnu Chandra Kristiaji, Jakarta: Erlangga, 2001.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar