BAB 6 DAN BAB 7
Contoh Kasus Hukum Dagang
Kasus Hukum Dagang I
Sebuah
perusahaan mempunyai utang kepada tiga kreditur. Perusahaan tersebut berjanji
akan membayarnya sesuai perjanjian yang telah disepakati kepada ketiga kreditur
tersebut. Setelah dilakukan beberapa kali penagihan hingga jatuh tempo, utang
itu belum juga dilunasi oleh perusahaan itu. Dalam kondisi seperti ini bisakah
perusahaan dipailitkan?
Dalam pasal 1 angka 1
Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran
Utang disebutkan bahwa yang dimaksud dengan kepailitan adalah sita umum atas
semua kekayaan debitur pailit yang pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh
kurator dibawah pengawasan hakim pengawas sebagaimana diatur dalam
Undang-Undang.
Permohonan pernyataan pailit dapat diajukan ke
pengadilan Niaga. Pengajuan itu harus
memenuhi persyaratan sesuai dengan pasal 2 ayat 1 dan pasal 8 ayat 4
Undang-Undang Kepailitan. Ketentuan yang dimaksud dalam pasal tersebut secara
umum dapat dijelaskan sebagai berikut: Debitur yang mempunyai dua atau lebih
kreditur dan tidak membayar luna sedikitnya satu hutang yang telah jatuh waktu
dan dapat ditagih, dinyatakan pailit dengan putusan pengadilan, baik atas
permohonannya sendiri maupun atas permohonan satu atau lebih krediturnya.
Permohonan
pernyataan pailit harus dikabulkan apabila terdapat fakta atau keadaan yang
terbukti secara sederhana bahwa persyaratan untuk dinyatakan pailit telah
terpenuhi.
Undang-Undang Kepailitan juga
mengatur syarat pengajuan pailit terhadap debitur-debitur tertentu sebagai
berikut:
Dalam hal debitur adalah
bank, permohonan pernyataan pailit hanya dapat diajukan oleh Bank Indonesia
Dalam
hal debitur adalah perusahaan efek, bursa efek, lembaga kliring dan penjaminan,
lembaga penyimpanan dan penyelesaian, permohonan pernyataan pailit hanya dalam
diajukan oleh Badan Pengawas Pasar Modal.
Dalam hal debitur adalah
perusahaan asuransi, perusahaan reasuransi, dana pensiun atau badan usaha milik
negara yang bergerak di bidang kepentingan publik, permohonan pernyataan pailit
hanya dapat diajukan oleh Menteri Keuangan.
Kasus Hukum Dagang II
Seorang
pengusaha menciptakan sebuah produk yang kemudian menjadi barang dagangannya.
Desain logo untuk merek produk tersebut ternyata sama dengan desain merk sebuah
perusahaan lain yang telah lebih dahulu ada dan terdaftar, perbedaannya hanya
terdapat pada nama produknya saja. Oleh karena itu, perusahaan yang telah lebih
dahulu mendaftarkan itu merasa dirugikan karena logo merknya ditiru dan
menggugat pengusaha yang dianggap meniru itu.
Pada
dasarnya, merk adalah tanda berupa gambar, susunan warna, nama, kata,
huruf-huruf, angka-angka, atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang
memiliki pembeda, dan digunakan dalam kegiatan perdagangan yang sama. Sedangkan
merek dagang adalah merek barang yang digunakan pada barang yang diperdagangkan
oleh seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama atau badan hukum untuk
membedakan dengan barang sejenis lainnya, maksudnya adalah barang yang termasuk
dalam satu cabang industri atau satu cabang perdagangan yang sama.
Terdapat beberapa ketentuan
mengenai merek yang tidak diperbolehkan dalam pasal 6 Undang-Undang Nomor 15
Tahun 2001, seperti:
§
Merek orang lain
yang sudah terdaftar terlebih dahulu untuk barang dan atau jasa yang sejenis
§
Merek yang sudah
terkenal milik pihak lain untuk barang dan jasa sejenis
§
Indikasi
geografis yang sudah terkenal
Maka
dalam hal ini pengusaha tersebut telah melanggar apa yang telah ditetapkan
dalam Undang-Undang HAKI, yaitu telah membuat logo merek sama dengan logo
perusahaan lain yang telah terdaftar, walaupun terdapat perbedaan pada namanya.
Ini dapat dikategorikan sebagai merek sama pada pokoknya.
Maka
dalam hal ini pengusaha tersebut telah melanggar hak cipta dan perusahaan yang
lain tersebut berak mendapatkan keadilan atas hak kekayaan intelektual yang
dimilikinya. Perusahaan tersebut dapat menggugat pengusaha lainnya terkait dengan
peniruan logo.
Pengaturan
mengenai gugatan terhadap peniruan logo tersebut diatur dalam Undang-Undang HAKI
pasal 76-pasal 77. Pemilik terdaftar bisa mengajukan gugatan kepada
perseorangan atau badan hukum yang telah menggunakan merek tanpa hak merek
barang atau merek jasa. Seperti merek mempunyai persamaan pada pokok atau
keseluruhan dengan mereknya, baik merupakan gugatan ganti rugi dan atau
penghentian semua perbuatan yang berkaitan dengan penggunaan merek tersbut.
Dalam hal ini gugatan dapat diajukan melalui Pengadilan Niaga.
Itulah sekilas mengenai
contoh kasus hukum dagang. Artikel mengenai contoh kasus hukum dagang ini
disadur dari buku yang berjudul 233 tanya jawab seputar hukum bisnis, yang
ditulis oleh Engga Prayogi, SH dan RN Superteam, yang diterbitkan oleh Pustaka
Yustisia, Yogyakarta, tahun 2011.
Sumber
http://statushukum.com/kasus-hukum-dagang.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar