Jumat, 20 April 2012


Faktor Yang Mempengaruhi Investasi di Suatu Negara Dan Faktor Penentu Pertumbuhan, Perubahan Struktur Ekonomi

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Investasi
Kekuatan ekonomi utama yang menentukan investasi adalah hasil biaya investasi yang ditentukan oleh kebijakan tingkat bunga dan pajak, serta harapan mengenai masa depan (Paul A. Samuelson dan William D. Nordhaus, 1993, 183). Faktor-faktor penentu investasi sangat tergantung pada situasi dimasa depan yang sulit untuk diramalkan, maka investasi merupakan komponen yang paling mudah berubah.

Penanaman modal dalam negeri memberikan peranan dalam pembangunan ekonomi di negara-negara sedang berkembang. Hal ini terjadi dalam berbagai bentuk. Modal Investasi mampu mengurangi kekurangan tabungan dan melalui pemasukan peralatan modal dan bahan mentah, dengan demikian menaikkan laju pemasukan modal. Selain itu, tabungan dan investasi yang rendah mencerminkan kurangnya modal di negara keterbelakangan teknologi. Bersamaan dengan modal uang dan modal fisik, modal Investasi yang membawa serta keterampilan teknik, tenaga ahli, pengalaman organisasi, informasi pasar, teknik-tekink produksi maju, pembaharuan produk dan lain-lain. Selain itu juga melatih tenaga kerja setempat pada keahlian baru. Semua ini pada akhirnya akan mempercepat pembangunan ekonomi negara terbelakang. Pertumbuhan ekonomi tahun sebelumnya dan tahun yang akan datang sangat mempengaruhi penanaman modal asing ke dalam negeri.

Pengaruh Nilai Tukar
Secara teoritis dampak perubahan tingkat / nilai tukar dengan investasi bersifat uncertainty (tidak pasti). Shikawa (1994), mengatakan pengaruh tingkat kurs yang berubah pada investasi dapat langsung lewat beberapa saluran, perubahan kurs tersebut akan berpengaruh pada dua saluran, sisi permintaan dan sisi penawaran domestik. Dalam jangka pendek, penurunan tingkat nilai tukar akan mengurangi investasi melalui pengaruh negatifnya pada absorbsi domestik atau yang dikenal dengan expenditure reducing effect. Karena penurunan tingkat kurs ini akan menyebabkan nilai riil aset masyarakat yang disebabkan kenaikan tingkat harga-harga secara umum dan selanjutnya akan menurunkan permintaan domestik masyarakat. Gejala diatas pada tingkat perusahaan akan direspon dengan penurunan pada pengeluaran / alokasi modal pada investasi.
Pada sisi penawaran, pengaruh aspek pengalihan pengeluaran (expenditure switching) akan perubahan tingkat kurs pada investasi relatif tidak menentu. Penurunan nilai tukar mata uang domestik akan menaikkan produk-produk impor yang diukur dengan mata uang domestik dan dengan demikian akan meningkatkan harga barang-barang yang diperdagangkan / barang-barang ekspor (traded goods) relatif terhadap barang-barang yang tidak diperdagangkan (non traded goods), sehingga didapatkan kenyataan nilai tukar mata uang domestik akan mendorong ekspansi investasi pada barang-barang perdagangan tersebut.

Pengaruh Tingkat Suku Bunga
Tingkat bunga mempunyai pengaruh yang signifikan pada dorongan untuk berinvestasi. Pada kegiatan produksi, pengolahan barang-barang modal atau bahan baku produksi memerlukan modal (input) lain untuk menghasilkan output / barang final.

Pengaruh Tingkat Inflasi
Tingkat inflasi berpengaruh negatif pada tingkat investasi hal ini disebabkan karena tingkat inflasi yang tinggi akan meningkatkan resiko proyek-proyek investasi dan dalam jangka panjang inflasi yang tinggi dapat mengurangi rata-rata masa jatuh pinjam modal serta menimbulkan distrosi informasi tentang harga-harga relatif. Disamping itu menurut Greene dan Pillanueva (1991), tingkat inflasi yang tinggi sering dinyatakan sebagai ukuran ketidakstabilan roda ekonomi makro dan suatu ketidakmampuan pemerintah dalam mengendalikan kebijakan ekonomi makro.
Di Indonesia kenaikan tingkat inflasi yang cukup besar biasanya akan diikuti dengan kenaikan tingkat suku bunga perbankan. Dapat dipahami, dalam upayanya menurunkan tingkat  inflasi yang membumbung, pemerintah sering menggunakan kebijakan moneter uang ketat (tigh money policy). Dengan demikian tingkat inflasi domestik juga berpengaruh pada investasi secara tidak langsung melalui pengaruhnya pada tingkat bunga domestik.

Pengaruh Infrastruktur
Seperti dilakukan banyak negara di dunia, pemerintah mengundang investor guna berpartisipasi menanamkan modalnya di sektor-sektor infrastruktur, seperti jalan tol, sumber energi listrik, sumber daya air, pelabuhan, dan lain-lain. Partisipasi tersebut dapat berupa pembiayaan dalam mata uang rupiah atau mata uang asing. Melihat perkembangan makro-ekonomi saat ini, terutama memperhatikan kecenderungan penurunan tingkat bunga.
Pembangunan kembali infrastruktur tampaknya menjadi satu alternatif pilihan yang dapat diambil oleh pemerintah dalam rangka menanggulangi krisis. Pembangunan infrastruktur akan menyerap banyak tenaga kerja yang selanjutnya akan berpengaruh pada meningkatnya gairah ekonomi masyarakat. Dengan infrastruktur yang memadai, efisiensi yang dicapai oleh dunia usaha akan makin besar dan investasi yang didapat semakin meningkat.



Faktor – Faktor Penentu
Pertumbuhan dan Perubahan Struktur Ekonomi Indonesia

Subandi, dalam bukunya Sistem Ekonomi Indonesia, menulis bahwa factor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi Indonesia secara umum, adalah:
1.       factor produksi
2.      factor investasi
3.      factor perdagangan luar negeri dan neraca pembayaran
4.      factor kebijakan moneter dan inflasi
5.      factor keuangan negara

Sedangkan Tambunan, dalam bukunya Perekonomian Indonesia, menulis bahwa di dalam teoti-teori konvensional, pertumbuhan ekonomi sangat ditentukan oleh ketersediaan dan kualitas dari factor-faktor produksi seperti SDM, kapital, teknologi, bahan baku, enterpreneurship dan energi.  Akan tetapi, factor penentu tersebut untuk pertumbuhan ekonomi jangka panjang, bukan pertumbuhan jangka pendek.

Dengan kata  lain, pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun ini akan lebih baik, sama atau lebih buruk dari tahun 2000 lebih ditentukan oleh factor-faktor yang sifatnya lebih jangka pendek, yang dapat dikelompokkan ke dalam factor internal dan eksternal.
Factor eksternal didominasi oleh factor-faktor ekonomi, seperti perdagangan internasional dan pertumbuhan ekonomi kawasan atau dunia.

1.       Faktor-faktor Internal

a.      Factor ekonomi, antara lain:
        · Buruknya fundamental ekonomi nasional
        · Cadangan devisa
        · Hutang luar negeri dan ketergantungan impor
        · Sector perbankan dan riil
        · Pengeluaran konsumsi

b.      Faktor non ekonomi, antara lain:
        · Kondisi politik, social dan keamanan
        · PMA dan PMDN
        · Pelarian modal ke luar negeri
        · Nilai tukar rupiah

2.      Faktor-faktor Eksternal
· Kondisi perdagangan dan perekonomian regional atau dunia


Sumber :
http://yoga-dearia.blogspot.com/2012/04/faktor-yang-mempengaruhi-investasi-di.html

Senin, 16 April 2012


TUGAS 5

Upaya Pemerintah Untuk Mengatasi Kemikinan

·        Kondisi Kemiskinan di Indonesia
Secara harfiah, kemiskinan berasal dari kata dasar miskin yang artinya tidak berharta-benda (Poerwadarminta, 1976). Dalam pengertian yang lebih luas, kemiskinan dapat dikonotasikan sebagai suatu kondisi ketidakmampuan baik secara individu, keluarga, maupun kelompok sehingga kondisi ini rentan terhadap timbulnya permasalahan sosial yanglain.Kemiskinan dipandang sebagai kondisi seseorang atau sekelompok orang, laki-laki dan perempuan yang tidak terpenuhi hak-hak dasarnyasecara layak untuk menempuh dan mengembangkan kehidupan yangbermartabat. Dengan demikian, kemiskinan tidak lagi dipahami hanyasebatas ketidak mampuan ekonomi, tetapi juga kegagalan pemenuhanhak-hak dasar dan perbedaan perlakuan bagi seseorang atau sekelompok orang, dalam menjalani kehidupan secara bermartabat.
Hidup miskin bukan hanya berarti hidup di dalam kondisi kekurangansandang, pangan, dan papan. Akan tetapi, kemiskinan juga berarti akses yang rendah dalam sumber daya dan aset produktif untuk memperolehkebutuhan-kebutuhan hidup, antara lain: ilmu pengetahuan, informasi,teknologi, dan modal.
Dari berbagai sudut pandang tentang pengertian kemiskinan, pada dasarnya bentuk kemiskinan dapat dikelompokkan menjadi tigapengertian, yaitu:
  1. Kemiskinan Absolut.
Seseorang dikategorikan termasuk ke dalamgolongan miskin absolut apabila hasil pendapatannya berada dibawah garis kemiskinan, tidak cukup untuk memenuhi kebutuhanhidup minimum, yaitu: pangan, sandang, kesehatan, papan, danpendidikan.
  1. Kemiskinan Relatif.
Seseorang yang tergolong miskin relatif sebenarnya telah hidup di atas garis kemiskinan tetapi masih beradadi bawah kemampuan masyarakat sekitarnya.
  1. Kemiskinan Kultural.
Kemiskinan ini berkaitan erat dengan sikapseseorang atau sekelompok masyarakat yang tidak mau berusahamemperbaiki tingkat kehidupannya sekalipun ada usaha dari pihak lain yang membantunya.
Keluarga miskin adalah pelaku yang berperan sepenuhnya untuk menetapkan tujuan, mengendalikan sumber daya, dan mengarahkanproses yang mempengaruhi kehidupannya. Ada tiga potensi yang perludiamati dari keluarga miskin yaitu:
  1. Kemampuan dalam memenuhi kebutuhan dasar, contohnya dapat dilihat dari aspek pengeluaran keluarga, kemampuan menjangkautingkat pendidikan dasar formal yang ditamatkan, dan kemampuanmenjangkau perlindungan dasar.
  2. Kemampuan dalam melakukan peran sosial akan dilihat dari kegiatanutama dalam mencari nafkah, peran dalam bidang pendidikan, peran dalam bidang perlindungan, dan peran dalam bidangkemasyarakatan.
  3. Kemampuan dalam menghadapi permasalahan dapat dilihat dari upaya yang dilakukan sebuah keluarga untuk menghindar danmempertahankan diri dari tekanan ekonomi dan non ekonomi.

Kemiskinan merupakan masalah yang ditandai oleh berbagai halantara lain rendahnya kualitas hidup penduduk, terbatasnya kecukupandan mutu pangan, terbatasnya dan rendahnya mutu layanan kesehatan,gizi anak, dan rendahnya mutu layanan pendidikan. Selama ini berbagaiupaya telah dilakukan untuk mengurangi kemiskinan melalui penyediaankebutuhan pangan, layanan kesehatan dan pendidikan, perluasan kesempatan kerja dan sebagainya.

·        Penanggulangan Masalah Kemiskinan di Indonesia
Penanganan berbagai masalah di atas memerlukan strategi penanggulangan kemiskinan yang jelas. Pemerintah Indonesia dan berbagai pihak terkait lainnya patut mendapat acungan jempol atasberbagai usaha yang telah dijalankan dalam membentuk strategipenanggulangan kemiskinan.
Hal pertama yang dapat dilakukan olehpemerintahan baru adalah menyelesaikan dan mengadaptasikan rancangan strategi penanggulangan kemiskinan yang telah berjalan. Kemudian hal ini dapat dilanjutkan dengan tahap pelaksanaan. Berikut ini dijabarkan sepuluh langkah yang dapat diambil dalammengimplementasikan strategi pengentasan kemiskinan tersebut. 
  1. Peningkatan fasilitas jalan.
Di Indonesia menunjukkan bahwa pembangunan jalan di area pedesaanmerupakan cara yang efektif dalam mengurangi kemiskinan. Jalannasional dan jalan provinsi di Indonesia relatif dalam keadaan yang baik. Tetapi, setengah dari jalan kabupaten berada dalam kondisi yang buruk. Sementara itu lima persen dari populasi, yang berartisekitar 11 juta orang, tidak mendapatkan akses jalan untuk setahun penuh.
  Menjalankan program skala besar untuk membangun jalanpedesaandan di tingkat kabupaten.Program pembangunan jalan tersebut juga dapat meningkatkanpenghasilan bagi masyarakat miskin dan mengurangi pengeluaranmereka, disamping memberikan stimulasi pertumbuhan padaumumnya.
  1. Membiayai program di atas melalui Dana Alokasi Khusus (DAK).
Dana pembangunan harus ditargetkan pada daerah-daerah yangmempunyai kondisi buruk, terutama dalam masalah kemiskinan.Peta lokasi kemiskinan, bersama dengan peta kondisi jalan, dapat digunakan untuk mengidentifikasi daerah-daerah tersebut.Masyarakat miskin setempat juga harus dilibatkan agar hasilnyadapat sesuai dengan kebutuhan mereka, serta menjamintersedianya pemeliharaan secara lebih baik.
  1. Menjalankan program pekerjaan umum yang bersifat padat karya.
Program seperti ini dapat menjadi cara yang efektif untuk menyediakan fasilitas jalan di pedesaan disamping sebagai bentuk perlindungan sosial. Untuk daerah yang terisolir, program inibahkan dapat mengurangi biaya pembangunan.
  1. Menjalankan strategi pembangunan fasilitas listrik pada desa-desa yang belum menikmati tenaga listrik.
 Hal yang sama dapat terlihat pada penyediaan listrik. Saat inimasih ada sekitar 6000 desa, dengan populasi sekitar 90 juta orangbelum menikmati tenaga listrik. Kompetisi pada sektor kelistrikan harus ditingkatkan dengan memperbolehkan perusahaan penyedia jasa kelistrikan untuk menjual tenaga listrik yang mereka hasilkan kepada PLN. Aksespada jaringan yang dimiliki PLN juga patut dibuka dalam rangkameningkatkan kompetisi tersebut. Penyusunan rencana pelaksanaan dengan lebih terinci atas dua skema subsidi yang ada sangatlah diperlukan, untuk menjamin subsidi tersebut tidak menghambat penyediaan listrik secara lebih luas.
  1. Peningkatan tingkat kesehatan melalui fasilitas sanitasi yang lebih baik Indonesia sedang mengalami krisis penyediaan fasilitas sanitasi.
Hanya kurang dari satu persen limbah rumah tangga di Indonesiayang menjadi bagian dari sistem pembuangan. Penyediaan fasilitaslimbah lokal tidak dibarengi dengan penyediaan fasilitaspengumpulan, pengolahan dan pembuangan akhir. Pada tahun 2002,pemerintah hanya menyediakan anggaran untuk perbaikan sanitasisebesar 1/1000 dari anggaran yang disediakan untuk penyediaan air.Akibatnya, penduduk miskin cenderung menggunakan air dari sungaiyang telah tercemar. Tempat tinggal mereka juga sering berada didekat tempat pembuangan limbah.
Hal ini membuat penduduk miskincenderung menjadi lebih mudah sakit dan tidak produktif. Pada tahun2001, kerugian ekonomi yang timbul akibat masalah sanitasidiperkirakan mencapai Rp 100.000,- per rumah tangga setiapbulannya. Untuk mengatasi hal tersebut ada dua hal yang dapat dilakukan:
  1. Pada sisi permintaan, pemerintah dapat menjalankan kampanye publik secara nasional untuk meningkatkan kesadaran dalampenggunaan fasilitas sanitasi yang lebih baik.
Biaya yangdiperlukan untuk kampanye tersebut tidaklah terlalu tinggi, sementara menjanjikan hasil yang cukup baik.
  1. Pada sisi penawaran, tentu saja penyediaan sanitasi harusdiperbaiki.
Aspek terpenting adalah membiayai investasi di bidangsanitasi yang akan terus meningkat. Dua pilihan yang dapat dilakukan adalah:
a.       mengadakan kesepakatan nasional untuk membahas masalah pembiayaan fasilitas sanitasi dan
b.      mendorong pemerintah local untuk membangun fasilitas sanitasipada tingkat daerah dan kota; misalnya dengan menyediakan DAKuntuk pembiayaan sanitasi ataupun dengan menyusun standarpelayanan minimum.
  1. Penghapusan larangan impor beras
 Larangan impor beras yang diterapkan bukanlah merupakankebijakan yang tepat dalam membantu petani, tetapi kebijakan yangmerugikan orang miskin. Studi yang baru saja dilakukanmenunjukkan bahwa lebih dari 1,5 juta orang masuk dalam kategorimiskin akibat dari kebijakan tersebut. Bahkan bantuan beras yangberasal dari Program Pangan Dunia (World Food Program) tidak diperbolehkan masuk ke Indonesia karena tidak memiliki izin impor.Kebijakan ini dimaksudkan untuk meningkatkan harga beras. Tetapiini hanya menguntungkan pihak yang memproduksi beras lebih dariyang dikonsumsi, sementara 90 persen penduduk perkotaan dan 70persen penduduk pedesaan mengkonsumsi lebih banyak beras dariyang mereka produksi. Secara keseluruhan, 80 persen dari penduduk Indonesia menderita akibat proteksi tersebut, sementara hanya 20persen yang menikmati manfaatnya. Bahkan manfaat tersebut tidaklah sedemikian jelas.
Harga beras di tingkat petani tidak mengalami kenaikan yang berarti sementara harga di tingkat pengecer naik cukup tinggi. Dapat dikatakan bahwa hanya parapedagang yang menikmati manfaat kenaikan harga tersebut.Sementara itu, dukungan dan bantuan bagi petani dapat dilakukandengan berbagai cara lain, seperti penyediaan infrastruktur pertanian dan pedesaan serta penyediaan riset dalam bidang pertanian.Pengenaan bea masuk juga dapat menjadi altenatif yang lebih baik daripada larangan impor.
  1. Pembatasan pajak dan retribusi daerah yang merugikan usaha lokal dan orang miskin
Salah satu sumber penghasilan terpenting bagi penduduk miskin didaerah pedesaan adalah wiraswasta dan usaha pendukung pertanian.Setengah dari penghasilan masyarakat petani miskin berasal dariusaha pendukung pertanian. Untuk meningkatkan penghasilantersebut, terutama yang berasal dari usaha kecil dan menengah, perludibangun iklim usaha yang lebih kondusif. Sayangnya, sejak prosesdesentralisasi dijalankan, pemerintah daerah berlomba-lombameningkatkan pendapatan mereka dengan cara mengenakan pajak dan pungutan daerah yang lebih tinggi. Usahawan pada saat ini harusmengeluarkan biaya yang tidak sedikit untuk mengurus berbagai izinyang sebelumnya dapat mereka peroleh secara cuma-cuma. Belumlagi beban dari berbagai pungutan liar yang harus dibayarkan untuk menjamin pengangkutan barang berjalan secara lancar dan aman.Berbagai biaya ini menghambat pertumbuhan usaha di tingkat lokaldan menurunkan harga jual yang diperoleh penduduk miskin atasbarang yang mereka produksi.
  1. Pemberian hak penggunaan tanah bagi penduduk miskin
 Adanya kepastian dalam kepemilikan tanah merupakan faktorpenting untuk meningkatkan investasi dan produktifitas pertanian.Pemberian hak atas tanah juga membuka akses penduduk miskinpada kredit dan pinjaman. Dengan memiliki sertifikat kepemilikan mereka dapat meminjam uang, menginvestasikannya danmendapatkan hasil yang lebih tinggi dari aktifitas mereka. Yang hanya 25 persen pemilik tanah di pedesaan yang memilikibukti legal kepemilikan tanah mereka. Ini sangat jauh dari kondisi diCina dan Vietnam, dimana sertifikat hak guna tanah dimiliki oleh hampir seluruh penduduk. Program pemutihan sertifikat tanah di Indonesia berjalan sangat lambat. Dengan program pemutihan yang sekarang ini dijalankan, dimana satu juta sertifikat dikeluarkan sejak 1997, dibutuhkan waktu seratus tahun lagi untuk menyelesaikan proses tersebut. Disamping itu, kepemilikan atas 64 persen tanah di Indonesia tidaklah dimungkinkan, karena termasuk dalam klasifikasi area hutan. Walaupun pada kenyataannya, di area tersebut terdapat lahan pertanian, pemukiman, bahkan daerah perkotaan.
  1. Perbaikan atas kualitas pendidikan dan penyediaan pendidikan transisiuntuk sekolah menengah
Indonesia telah mencapai hasil yang memuaskan dalammeningkatkan partisipasi di tingkat pendidikan dasar. Hanya saja,banyak anak-anak dari keluarga miskin yang tidak dapat melanjutkanpendidikan dan terpaksa keluar dari sekolah dasar sebelum dapat menamatkannya (lihat gambar dibawah).
Hal ini terkait erat denganmasalah utama pendidikan di Indonesia, yaitu buruknya kualitaspendidikan.
  1. Membangun lembaga pembiayaan mikro yang memberimanfaat pada penduduk miskin.
Sekitar 50 persen rumah tangga tidak memiliki akses yang baik terhadap lembaga pembiayaan, sementara hanya 40 persen yang memiliki rekening tabungan. Kondisi ini terlihat lebih parah di daerahpedesaan. Solusinya bukanlah dengan memberikan pinjamanbersubsidi. Program pemberian pinjaman bersubsidi tidak dapat dipungkiri telah memberi manfaat kepada penerimannya.
Tetapi program ini juga melumpuhkan perkembangan lembaga pembiayaanmikro (LPM) yang beroperasi secara komersial. Padahal, lembaga-lembaga semacam inilah yang dapat diandalkan untuk melayani masyarakat miskin secara lebih luas. Solusi yang lebih tepat adalah memanfaaatkan dan mendorong pemberian kredit dari bank-bank komersial kepada lembaga-lembaga pembiayaan mikro tersebut.
  1. Mengurangi tingkat kematian Ibu pada saat melahirkan
 Hampir 310 wanita di Indonesia meninggal dunia pada setiap 10.000kelahiran hidup. Angka ini merupakan yang tertinggi di AsiaTenggara. Tingkat kematian menjadi tinggi terkait dengan dua sebab.Pertama karena ibu yang melahirkan sering terlambat dalam mencaribantuan medis. Sering terjadi juga bantuan medis yang dibutuhkantersebut tidak tersedia. Kedua karena kebanyakan ibu yangmelahirkan lebih memilih untuk meminta bantuan bidan tradisionaldaripada fasilitas medis yang tersedia.
  1. Menyedian lebih banyak dana untuk daerah-daerah miskin
 Kesenjangan fiskal antar daerah di Indonesia sangatlah terasa.Pemerintah daerah terkaya di Indonesia mempunyai pendapatan perpenduduk 46 kali lebih tinggi dari pemerintah di daerah termiskin.Akibatnya pemerintah daerah yang miskin sering tidak dapat menyediakan pelayanan yang mencukupi, baik dari segi kuantitas maupun kualitas. Pemberian dana yang terarah dengan baik dapat membantu masalah ini.
  1. Merancang perlindungan sosial yang lebih tepat sasaran
Program perlindungan yang tersedia saat ini, seperti beras untuk orang miskin serta subsidi bahan bakar dan listrik, dapat dikatakanbelum mencapai sasaran dengan baik. Pada tahun 2004, pemerintahIndonesia mengeluarkan Rp 74 trilliun untuk perlindungan sosial.Angka ini lebih besar dari pengeluaran di bidang kesehatan danpendidikan. Sayangnya, hanya 10 persen yang dapat dinikmati olehpenduduk miskin, sementara sekitar Rp60 trilliun lebih banyak dinikmati oleh masyarakat mampu. Secara rata-rata, rumah tanggamiskin hanya memperoleh subsidi sebesar Rp12.000 untuk beras danRp 9.000 untuk minyak tanah setiap bulannya maupun kualitas. Pemberian dana yang terarah dengan baik dapat membantu masalah ini.
  1. Merancang perlindungan sosial yang lebih tepat sasaran
Program perlindungan yang tersedia saat ini, seperti beras untuk orang miskin serta subsidi bahan bakar dan listrik, dapat dikatakanbelum mencapai sasaran dengan baik. Pada tahun 2004, pemerintahIndonesia mengeluarkan Rp 74 trilliun untuk perlindungan sosial.Angka ini lebih besar dari pengeluaran di bidang kesehatan danpendidikan. Sayangnya, hanya 10 persen yang dapat dinikmati olehpenduduk miskin, sementara sekitar Rp60 trilliun lebih banyak dinikmati oleh masyarakat mampu. Secara rata-rata, rumah tanggamiskin hanya memperoleh subsidi sebesar Rp12.000 untuk beras danRp 9.000 untuk minyak tanah setiap bulannya.

Sumber: publikasi.kominfo.go.id/bitstream/.../penanggulangan_KIB-II.pdf?.
             wartawarga.gunadarma.ac.id/.../kebijakan-pemerintah-dalam-menang...
            digilib.its.ac.id/public/ITS-Master-14009-Chapter1.pdf-98671.pdf

Sabtu, 14 April 2012


TUGAS 4



A      Pembiayaan Sektor Mikro dan Pembiayaan Corporate

·        Pembiayaan sektor mikro

Keberadaan usaha mikro, merupakan fakta semangat jiwa kewirausahaan sejati di kalangan rakyat yang bisa menjadi perintis pembaharuan. Melihat peran dari usaha mikro yang sangat strategis, timbul pertanyaan mengapa usaha ini kebanyakan sulit berkembang.
Masyarakat lapisan bawah pada umumnya nyaris tidak tersentuh (undeserved) dan tidak
dianggap memiliki potensi dana oleh lembaga keuangan formal, sehingga menyebabkan laju
perkembangan ekonominya terhambat pada tingkat subsistensi saja. Kelompok masyarakat
ini dinilai tidak layak bank (not bankable) karena tidak memiliki agunan, serta diasumsikan
kemampuan mengembalikan pinjamannya rendah, kebiasaan menabung yang rendah, dan
mahalnya biaya transaksi. Akibat asumsi tersebut, maka aksesibilitas dari pengusaha mikro
terhadap sumber keuangan formal rendah, sehingga kebanyakan mereka mengandalkan
modal apa adanya yang mereka miliki.

MENGAPA KEUANGAN MIKRO ?
Salah satu cara untuk memecahkan persoalan yang pelik itu, yaitu pembiayaan masyarakat miskin pengusaha mikro, adalah melalui keuangan mikro.
Keuangan mikro berfungsi memberikan dukungan modal bagi pengusaha mikro (microenterprises) untuk meningkatkan usahanya, setelah itu usaha mereka akan berjalan lebih lancar dan lebih “besar”. Kebutuhan dana bagi microenterprises setelah mendapat dukungan modal itu akan meningkat, sehingga dibutuhkan Lembaga Keuangan Masyarakat (Mikro) yang dapat secara terus-menerus melayani kebutuhan mereka.
Dalam mengembangkan keuangan mikro untuk melayani masyarakat miskin (economically active poor) tersebut, terdapat beberapa alternatif yang bisa dilakukan :
·        Banking of the poor
Bentuk ini mendasarkan diri pada saving led microfinance, dimana mobilisasi keuangan mendasarkan diri dari kemampuan yang dimiliki oleh masyarakat miskin itu sendiri. Bentuk ini juga mendasarkan pula atas membership base, dimana keanggotaan dan partisipasinya terhadap kelembagaan mempunyai makna yang penting. Bentuk-bentuk yang telah terlembaga di masyarakat antara lain : Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM), Kelompok Usaha Bersama, Credit Union (CU), Koperasi Simpan Pinjam (KSP), dll.
·        Banking with the poor
Bentuk ini mendasarkan diri dari memanfaatkan kelembagaan yang telah ada, baik kelembagaan (organisasi) sosial masyarakat yang mayoritas bersifat informal atau yang sering disebut Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) serta lembaga keuangan formal (bank). Kedua lembaga yang nature-nya berbeda itu, diupayakan untuk diorganisir dan dihubungkan atas dasar semangat simbiose mutualisme, atau saling menguntungkan. Pihak bank akan mendapat nasabah yang makin banyak (outreaching), sementara pihak masyarakat miskin akan mendapat akses untuk mendapatkan financial support. Di Indonesia, hal ini dikenal dengan pola yang sering disebut Pola Hubungan Bank dan Kelompok Swadaya Masyarakat (PHBK).
·        Banking for the poor
Bentuk ini mendasarkan diri atas credit led institution dimana sumber dari financial support terutama bukan diperoleh dari mobilisasi tabungan masyarakat miskin, namun memperoleh dari sumber lain yang memang ditujukan untuk masyarakat miskin. Dengan demikian tersedia dana cukup besar yang memang ditujukan kepada masyarakat miskin melalui kredit. Contoh bentuk ini adalah : Badan Kredit Desa (BKD), Lembaga Dana Kredit Pedesaan (LDKP), Grameen Bank, ASA, dll. Bentuk pertama (Banking of the poor) menekankan pada aspek pendidikan bagi masyarakat miskin, serta melatih kemandirian. Bentuk ketiga (Banking for the poor) menekankan pada penggalangan resources yang dijadikan modal (capital heavy), yang ditujukan untuk masyarakat miskin. Sedangkan bentuk kedua (Banking with the poor) lebih menekankan pada fungsi penghubung (intermediary) dan memanfaatkan kelembagaan yang telah ada.

KEUANGAN MIKRO DAN DUA GENERASI PEMBANGUNAN
Proses pembangunan di Indonesia seperti di banyak negara berkembang lainnya, pada awalnya menyikapi persoalan kemiskinan (termasuk didalamnya ekonomi rakyat) dengan melihatnya sebagai keadaan sementara yang dalam proses pembangunan lebih lanjut akan secara otomatis menghilang melalui proses trickle down effect. Untuk membantu rakyat miskin bertahan dalam kemiskinannya sampai tiba waktunya kue pembangunan menetes pada mereka, disediakanlah berbagai bantuan kepada mereka mulai dari penyediaan berbagai kebutuhan dasar seperti pangan, sandang, kesehatan, maupun pendidikan sampai bantuan teknis dan hibah peralatan serta modal.  
Pendekatan yang sering disebut sebagai pendekatan pembangunan generasi pertama ini harus diakui telah mampu meningkatkan berbagai indikator social secara signifikan. Namun pendekatan ini telah menimbulkan berbagai persoalan seperti berkembangnya sikap ketergantungan dan melemahnya berbagai modal sosial yang dimiliki masyarakat, tidak diselesaikannya akar masalah penyebab kemiskinan yaitu ketimpangan distribusi dan akses terhadap sumber daya ekonomi, masih dipinggirkannya peran perempuan, dan semakin melebarnya jurang perbedaan antara mereka yang diuntungkan dalam kebijakan perekonomian yang diambil dengan rakyat miskin secara keseluruhan.
Belajar dari pengalaman generasi pertama, pendekatan pembangunan generasi kedua mulai menggunakan keuangan mikro sebagai metode utamanya. Kontribusi dari pendekatan generasi kedua ini adalah:
·        diversifikasi pelaku utama pembangunan,
·        pembiayaan pembangunan yang menggunakan sumber-sumber keuangan dari masyarakat sendiri,
·        semakin pentingnya peran perempuan
·        pendekatan pembangunan yang memiliki potensi untuk berlanjut (sustainable).
Pendekatan pembangunan generasi pertama yang menumpukan inisiatif pembangunan pada pemerintah telah memiliki dampak yang kurang menguntungkan pada dua arah. Pada sisi pemerintah beban pembangunan yang sebelumnya tersebar pada berbagai kelompok masyarakat mengerucut dan menjadi beban pemerintah sendiri. Sementara pada masyarakat, pengambiloperan berbagai kegiatan pembangunan oleh pemerintah telah mengembangkan sikap apatis dan ketergantungan yang semakin lama semakin besar. usaha besar dan konglomerasi menimbulkan efek domino pada ekonomi Pengambil operan inisiatif pembangunan membuat biaya pembangunan menjadi terkonsentrasi pada pemerintah. Beban yang semakin lama semakin besar ini tidak dipenuhi melalui sumber-sumber pembiayaan dalam negeri melainkan menggunakan sumber pembiayaan luar negeri yang pada gilirannya mendorong munculnya ketergantungan yang semakin besar. Kebijakan yang ditempuh tersebut kurang memberikan apresiasi terhadap kenyataan bahwa didalam negeri terdapat sumber dana yang memadai. Kenyataan bahwa dari seluruh dana yang dihimpun dari masyarakat melalui perbankan (kasus BRI) hanya kurang dari separuh yang dimanfaatkan untuk memberikan pembiayaan usaha melalui kredit.
Pendekatan keuangan mikro dalam generasi kedua membuka pemikiran bahwa pembiayaan pembangunan dapat dilakukan secara komersial menggunakan sumber dana dalam negeri yaitu tabungan masyarakat. Peran perempuan selama beberapa waktu kurang mendapatkan tempat yang sepantasnya meskipun sebenarnya memiliki potensi yang luar biasa. Pengalaman praktek keuangan mikro di berbagai tempat ternyata memberikan bukti yang berbeda. Kaum perempuan justru merupakan kelompok yang proaktif dan handal dalam mengelola ekonomi rumah tangga dan memanfaatkan peluang ekonomi secara optimal. Kaum perempuan juga memberikan dampak berganda (multipler effect) yang lebih besar dari intervensi pembangunan yang dilakukan karena berbagai persoalan keluarga seperti gizi keluarga, kesehatan keluarga, pendidikan anak, dan sebagainya secara langsung maupun tidak langsung akan berdampak.
     
  • Pembiayaan corporate
Pembiayaan corporate adalah badan usaha di luar Bank dan Lembaga Keuangan Bukan Bank yang khusus didirikan untuk melakukan kegiatan usaha: Sewa Guna Usaha, Anjak Piutang, Usaha Kartu Kredit dan atau Pembiayaan Konsumen. Skema bisnis perusahaan pembiayaan didasari oleh adanya underlying asset; dekatnya jaringan industri pembiayaan dengan industri manufaktur, distributor dan pemegang merek tunggal; serta mudah dan cepatnya pelayanan, membuat industri pembiayaan lebih dekat ke konsumennya dibandingkan industri pemberi kredit sejenis.
1.      Sewa Guna Usaha
Sewa guna usaha (Leasing) adalah kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan barang modal baik secara Sewa Pembiayaan (Finance Lease) maupun Sewa Operasional (Operating Lease).
2.      Anak Piutang
Anak piutang (Factoring) adalah kegiatan pembiayaan dalam bentuk pembelian piutang dagang jangka pendek suatu perusahaan berikut pengurusan atas piutang tersebut.
3.      Usaha Kartu Kredit
Usaha Kartu Kredit (Credit Card) adalah kegiatan pembiayaan untuk pembelian barang dan/atau jasa dengan menggunakan kartu kredit.
4.      Pembiayaan Konsumen
Pembiayaan konsumen (Consumer Finance) adalah kegiatan pembiayaan untuk pengadaan barang berdasarkan kebutuhan konsumen dengan pembayaran secara angsuran.

B      Manakah dari kedua pembiayaan tersebut yang lebih menguntungkan
                                                                                                                  
Pembiyaan perbankan ke sektor usaha mikro memiliki banyak manfaat. Hal ini dikarenakan sektor tersebut memiliki beberapa keunggulan dibandingkan sektor corporate, terutama di saat kita tengah menghadapi krisis moneter dan keuangan. Keunggulan iu antara lain: bagi kalangan perbankan, pembiayaan secara serius ke sektor usaha mikro dalam jangka panjang akan mampu memperbaiki problem perbankan (CAR, NOP, BMPK, NPLs, NIM). Hal ini dikarenakan sektor usaha mikro mampu tampil menjadi “katup pengaman”atau “bumper”bagi perbankan, untuk mengefektifkan dana pasif (idle money) dan mempertahankan kinerja. Dalam jangka panjang, pembiayaan sektor usaha mikro yang menjadi basis segmen ritel yang di-maintain dengan baik akan menjadi basis nasabah yang secara fundamental lebih kuat, luas dan loyal. Sektor usaha mikro juga mampu menjadi wahana diversifikasi resiko (spreading of risko karena jumlahnya yang banyak. Pembiayaan ke sektor usaha mikro secara intensif dan berkesinambungan akan menumbuhkan lapisan usaha menengah, kecil, dan mikro yang tangguh. Hal ini gilirannya akan memperkokoh ketahanan dan fundamental ekonomi Negara.
Usaha menengah, kecil dan mikro mampu memberikan kontribusi yang baik terhadap perekonomian nasional. Artinya, secara khusus pemanfaatan KPKM dan KMK-UKM secara efektif dan tepat sasaran –mewakili sekian skim kredit untuk usaha mikro akan memberikan positive multiplier effect bagi Negara. Secara politis pemerintah saat ini tengah mengayomi sector usaha kecil mikro dengan memperkenalkan pendekatan ekonomi kerakyatan. Didukung pula oleh besarnya anggaran untuk ikut membantu  meredam timbulnya gejola social politik dan tindak kriminalitas ditengah kondisi perekonomian yang sulit seperti sekarang ini.

C       Tantangan Pembiayaan Sektor Mikro dan Pembiayaan Corporate

·        Pembiayaan Sektor Mikro
1.      Kesulitan modal
2.      Pengadaan bahan baku
3.      Pemasaran
4.      Kesulitan lainnya Sumber:

·        Tantangan pembiayaan corporate
1.      Neoclassical model
Pada kasus ini kebangkrutan terjadi jika alokasi sumber daya tidak tepat. Kasus restrukturisasi ini terjadi ketika kebangkrutan mempunyai campuran aset yang salah. Mengestimasi kesulitan dilakukan dengan data neraca dan laporan laba rugi. Misalnya profit/assets (untuk mengukur profitabilitas), dan liabilities/assets.
2.      Financial model
Campuran aset benar tapi struktur keuangan salah dengan liquidity constraints (batasan likuiditas). Hal ini berarti bahwa walaupun perusahaan dapat bertahan hidup dalam jangka panjang tapi ia harus bangkrut juga dalam jangka pendek. Hubungan dengan pasar modal yang tidak sempurna dan struktur modal yang inherited menjadi pemicu utama kasus ini. Tidak dapat secara terang ditentukan apakah dalam kasus ini kebangkrutan baik atau buruk untuk direstrukturisasi. Model ini mengestimasi kesulitan dengan indikator keuangan atau indikator kinerja seperti turnover/total assets, revenues/turnover, ROA, ROE, profit margin, stock turnover, receivables turnover, cash flow/ total equity, debt ratio, cash flow/(liabilities-reserves), current ratio, acid test, current liquidity, short term assets/daily operating expenses, gearing ratio, turnover per employee, coverage of fixed assets, working capital, total equity per share, EPS ratio, dan sebagainya.
3.      Corporate governance model
Disini, kebangkrutan mempunyai campuran aset dan struktur keuangan yang benar tapi dikelola dengan buruk. Ketidakefisienan ini mendorong perusahaan menjadi out of the market sebagai konsekuensi dari masalah dalam tata kelola perusahaan yang tak terpecahkan. Model ini mengestimasi kesulitan dengan informasi kepemilikan. Kepemilikan berhubungan dengan struktur tata kelola perusahaan dan goodwill perusahaan.


Sumber:
Membangun mikro banking, Hasanuddin Rahman Dg Naja Yogyakarta: pustaka  widyatama, 20004
http :/ usupress.usu.ac.id