Jumat, 20 Januari 2012

Bisnis Internasional


3.      Bisnis Internasional

Ø      Hakekat bisnis Internasional
Perdagangan Internasional adalah kegiatan tukar menukar atau perdagangan yang dilakukan  antara pedagang, dari berbagai Negara. Pedagang bisa swasta, perusahaan ataupun pemerintah.
Pedagang Internasional yang dilakukan antaranegara dapat digolongkan menjadi dua, yaitu sebagai berikut:
a         Kegiatan menjual barang ke luar negeri disebut ekspor. Orang yang melakukannya disebut eksportir.
b        Kegiatan membeli atau mendatangkan barang dari Negara lain ke dalam negeri disebut impor.  Orang yang melakukannya disebut importir.
Kegiatan perdagangan internasional, baik ekspor maupun impor penting bagi perekonomian suatu Negara. Oleh karena itu, setiap Negara akan berusaha meningkatkan ekspor dan mengurangi impor agar keuntungan yang diperoleh.
Ahli ekonomi yang menganjurkan perdagangan Internasional bebas disebut liberalis. Namun, ada sebagian golongan yang tidak menyutujui perdagangan internasional. Golongan yang tidak setuju disebut aliran proteksionis. Berikut kajian ahli ekonomi yang memformulasikan perdagangan internasional.
1.      Teori keuntung mutlak (Absolute Adventage Theory).
Teori ini dikemukakan Adam Smith, dalam buku  The Weath of Nation (1776). Dalam teori keuntungan mutlak atau Theory of Absolute Advantage, dibahas perdagangan antara dua Negara. Menurut teori ini, Negara akan melakukan perdagangan atau pertukaran jika setiap Negara memperoleh keuntungan mutlak dari perdagang. Suatu Negara dikatakan memiliki keuntungan mutlak dalam memproduksi suatu jenis barang jika Negara tersebut dapat memproduksi barang dengan jam/hari kerja yang lebih sedikit dibandingkan jika barang itu diproduksi Negara lain.
2.      Teori biaya komperatif (Comperative Advantage Theory)
Teori biaya kompertaif dikemukakan David Ricardo dalam buku The Principle of Ekonomic. David Ricardo melihat beberapa kelemahan teori keuntungan mutlak, yaitu sebagai berikut:
Atas dasar kelemahan tersebut, David Ricardo mengemukakan yang diperlukan untuk membuat barang tersebut. Setiap Negara cenderung melakukan spesialisasi dan mengekspor barang yang memiliki biaya komperatif terkecil. Oleh, karena teori David Ricardo didasrkan pada biaya komperatif. Teori ini sering disebut teori biaya komperatif.

Ø      Alasan Melakukan Bisnis Internasional
1.      Setiap Negara tidak dapat memenuhi kebutuhan sendiri.
2.      Setiap Negara akan memperoleh keuntungan dari perdagangan internasional dibandingkan dengan barang itu di produksi sendiri di dalam negeri.
3.      Setiap Negara memiliki perbedaan ongkos produksi untuk memproduksi barang tertentu.
4.      Setiap Negara memiliki sumber daya alam yang berbeda.
5.      Keuntungan yang dapat diperoleh kedua belah pihak sebagai pelaku perdagangan.

Ø      Tahap-Tahap Dalam memasuki Bisnis Internasional
1.      Melakukan ekspor keluar negaranya lewat saluran independen.
2.      Mendirikan outlet penjualan di pasar luar negeri(biasanya dengan cara mengakusisi perusahaan local).
3.       Mendirikan fasilitas produksi di luar negeri dengan cara membangun fasilitas baru (green field) seperti yang dilakukan oleh unilever, nestle dan Toyota.

Ø      Hambatan Dalam Memasuki Bisnis Internasional
Bentuk hambatan perdagangan internasional dapat dikelompokan atas dua bagian, yaitu hambatan tarif dan non tarif. Tarif merupakan pajak yang dikenakan pada barang yang dikirim secara Internasional, dapat berupa tarif ekspor atau impor yang besarnya dapat ditetapkan dengan menghitung pajak berdasarkan tiap unit barang. Sedangkan hambatan non tarif dapat dikelompokan menjadi dua macam juga. Pertama, yang berpengaruh langsung terhadap harga, seperti  subsidi, bea cukai, dan manipulasi nilai tukar mata uang asing. Kedua, usaha-usaha pengendalian kuantitas barang seperti kuota dan embargo.
Agar mekanisme perdagangan internasional dapat terus menerus dijaga dan ditingkatkan kualitasnyaa, maka banyak terbentuk lembaga dunia yang berkaitan dengan  hokum Internasional. Seperti General Agreement Tariffs and Trede (GATT), International Monetary Fund (IMF) dan World Bank.

Ø      Perusahaan mulitinasional
Perusahaan Mulitinasional dengan menggambarkan film documenter, seperti The Coporation dan wal-Mart: The High Cost of Low Princes, sebagai serakah, tanpa hati nuraini dan menempatkan keuntungan diatas segalanya. Contoh tindakan perusahaan multinasional adalah Nestle untuk menghimbau kaum ibu di Negara-negara Dunia ketiga agar mengganti, pemberian ASI dengan susu formula untuk bayi-bayi mereka, Bechtel berupaya untuk memprivatisasi perusahaan air minum di Bolovia (didokumentasikan dalam film Thirsf), konspirasi peusahaan rokok Amerika Serikat selama setengah abad yang mengatakan bahwa belum ada bukti ilmiah pengaruh buruk rokok bagi kesehatan meski peneliti yang dilakukan oleh perusahaan itu sendiri mengakuinya (dikisahkan dengan baik dalam film The Insider), perubahaan pengembangan benih Monsanto mengembangkan tanaman yang nantinya akan menghasilkan benih yang tidak dapat ditanam kembali. Sehingga memaksa para tani untuk membeli benih setiap tahun. Minyak valdez milik Exxon yang tampak dalam jumlah besar dan upaya perusahaan itu untuk menghindari pembayaran ganti rugi.
Bagi banyak orang, perusahaan multinasional menjadi simbol segala keburukan dari globasisasi. Banyak yang mengatakan bahwa mereka  adalah penyebab utama masalah globalisasi. Perusahaan ini tidak hanya harga tetapi juga memiliki kekuatan politik yang besar. Perusahaan telah menjadi sarana utama pembawa manfaat dari globalisasi bagi Negara-negara berkembang yang membantu meningkatkan standar hidup diseluruh penjuru dunia. Perusahaan-perusahaan menyebabkan barang-barang dari Negara-negara itu, kita dapat memperkirakan masalah-masalah serius yang mungkin muncul dan telah terjadi dari ketidak selarasan tersebut. Negara-negara berkembang membutuhkan lapangan pekerjaan yang disediakan oleh perusahaan tersebut, meskipun lingkungan ataupun kesehatan pekerjanya menjadi taruhannya. Perusahaan-perusahaan tambang dan minyak bumi memenfaatkan ketimpangan kekuatan ini.
Perushaan sering mengklaim bahwa penyelarasan kepentingan swasta dan masyarakat (public) bukanlah tanggung jawab pihaknya, melainkan tanggung jawab pemerintah, misalnya dengan mengesahkan peraturan pembatasan polusi.
Lebih buruk lagi perusahaan multinasional telah belajar bahwa mereka dapat menggunakan pengaruh yang lebih besar dalam merancang perjanjian Internasional dari pada dalam kebijakan domestic

Nama : Ervan Susanto
Npm  : 28211670
Kelas : 1EB27
ervan_22@student.gunadarma.ac.id


Tidak ada komentar:

Posting Komentar