Sabtu, 14 April 2012


TUGAS 4



A      Pembiayaan Sektor Mikro dan Pembiayaan Corporate

·        Pembiayaan sektor mikro

Keberadaan usaha mikro, merupakan fakta semangat jiwa kewirausahaan sejati di kalangan rakyat yang bisa menjadi perintis pembaharuan. Melihat peran dari usaha mikro yang sangat strategis, timbul pertanyaan mengapa usaha ini kebanyakan sulit berkembang.
Masyarakat lapisan bawah pada umumnya nyaris tidak tersentuh (undeserved) dan tidak
dianggap memiliki potensi dana oleh lembaga keuangan formal, sehingga menyebabkan laju
perkembangan ekonominya terhambat pada tingkat subsistensi saja. Kelompok masyarakat
ini dinilai tidak layak bank (not bankable) karena tidak memiliki agunan, serta diasumsikan
kemampuan mengembalikan pinjamannya rendah, kebiasaan menabung yang rendah, dan
mahalnya biaya transaksi. Akibat asumsi tersebut, maka aksesibilitas dari pengusaha mikro
terhadap sumber keuangan formal rendah, sehingga kebanyakan mereka mengandalkan
modal apa adanya yang mereka miliki.

MENGAPA KEUANGAN MIKRO ?
Salah satu cara untuk memecahkan persoalan yang pelik itu, yaitu pembiayaan masyarakat miskin pengusaha mikro, adalah melalui keuangan mikro.
Keuangan mikro berfungsi memberikan dukungan modal bagi pengusaha mikro (microenterprises) untuk meningkatkan usahanya, setelah itu usaha mereka akan berjalan lebih lancar dan lebih “besar”. Kebutuhan dana bagi microenterprises setelah mendapat dukungan modal itu akan meningkat, sehingga dibutuhkan Lembaga Keuangan Masyarakat (Mikro) yang dapat secara terus-menerus melayani kebutuhan mereka.
Dalam mengembangkan keuangan mikro untuk melayani masyarakat miskin (economically active poor) tersebut, terdapat beberapa alternatif yang bisa dilakukan :
·        Banking of the poor
Bentuk ini mendasarkan diri pada saving led microfinance, dimana mobilisasi keuangan mendasarkan diri dari kemampuan yang dimiliki oleh masyarakat miskin itu sendiri. Bentuk ini juga mendasarkan pula atas membership base, dimana keanggotaan dan partisipasinya terhadap kelembagaan mempunyai makna yang penting. Bentuk-bentuk yang telah terlembaga di masyarakat antara lain : Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM), Kelompok Usaha Bersama, Credit Union (CU), Koperasi Simpan Pinjam (KSP), dll.
·        Banking with the poor
Bentuk ini mendasarkan diri dari memanfaatkan kelembagaan yang telah ada, baik kelembagaan (organisasi) sosial masyarakat yang mayoritas bersifat informal atau yang sering disebut Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) serta lembaga keuangan formal (bank). Kedua lembaga yang nature-nya berbeda itu, diupayakan untuk diorganisir dan dihubungkan atas dasar semangat simbiose mutualisme, atau saling menguntungkan. Pihak bank akan mendapat nasabah yang makin banyak (outreaching), sementara pihak masyarakat miskin akan mendapat akses untuk mendapatkan financial support. Di Indonesia, hal ini dikenal dengan pola yang sering disebut Pola Hubungan Bank dan Kelompok Swadaya Masyarakat (PHBK).
·        Banking for the poor
Bentuk ini mendasarkan diri atas credit led institution dimana sumber dari financial support terutama bukan diperoleh dari mobilisasi tabungan masyarakat miskin, namun memperoleh dari sumber lain yang memang ditujukan untuk masyarakat miskin. Dengan demikian tersedia dana cukup besar yang memang ditujukan kepada masyarakat miskin melalui kredit. Contoh bentuk ini adalah : Badan Kredit Desa (BKD), Lembaga Dana Kredit Pedesaan (LDKP), Grameen Bank, ASA, dll. Bentuk pertama (Banking of the poor) menekankan pada aspek pendidikan bagi masyarakat miskin, serta melatih kemandirian. Bentuk ketiga (Banking for the poor) menekankan pada penggalangan resources yang dijadikan modal (capital heavy), yang ditujukan untuk masyarakat miskin. Sedangkan bentuk kedua (Banking with the poor) lebih menekankan pada fungsi penghubung (intermediary) dan memanfaatkan kelembagaan yang telah ada.

KEUANGAN MIKRO DAN DUA GENERASI PEMBANGUNAN
Proses pembangunan di Indonesia seperti di banyak negara berkembang lainnya, pada awalnya menyikapi persoalan kemiskinan (termasuk didalamnya ekonomi rakyat) dengan melihatnya sebagai keadaan sementara yang dalam proses pembangunan lebih lanjut akan secara otomatis menghilang melalui proses trickle down effect. Untuk membantu rakyat miskin bertahan dalam kemiskinannya sampai tiba waktunya kue pembangunan menetes pada mereka, disediakanlah berbagai bantuan kepada mereka mulai dari penyediaan berbagai kebutuhan dasar seperti pangan, sandang, kesehatan, maupun pendidikan sampai bantuan teknis dan hibah peralatan serta modal.  
Pendekatan yang sering disebut sebagai pendekatan pembangunan generasi pertama ini harus diakui telah mampu meningkatkan berbagai indikator social secara signifikan. Namun pendekatan ini telah menimbulkan berbagai persoalan seperti berkembangnya sikap ketergantungan dan melemahnya berbagai modal sosial yang dimiliki masyarakat, tidak diselesaikannya akar masalah penyebab kemiskinan yaitu ketimpangan distribusi dan akses terhadap sumber daya ekonomi, masih dipinggirkannya peran perempuan, dan semakin melebarnya jurang perbedaan antara mereka yang diuntungkan dalam kebijakan perekonomian yang diambil dengan rakyat miskin secara keseluruhan.
Belajar dari pengalaman generasi pertama, pendekatan pembangunan generasi kedua mulai menggunakan keuangan mikro sebagai metode utamanya. Kontribusi dari pendekatan generasi kedua ini adalah:
·        diversifikasi pelaku utama pembangunan,
·        pembiayaan pembangunan yang menggunakan sumber-sumber keuangan dari masyarakat sendiri,
·        semakin pentingnya peran perempuan
·        pendekatan pembangunan yang memiliki potensi untuk berlanjut (sustainable).
Pendekatan pembangunan generasi pertama yang menumpukan inisiatif pembangunan pada pemerintah telah memiliki dampak yang kurang menguntungkan pada dua arah. Pada sisi pemerintah beban pembangunan yang sebelumnya tersebar pada berbagai kelompok masyarakat mengerucut dan menjadi beban pemerintah sendiri. Sementara pada masyarakat, pengambiloperan berbagai kegiatan pembangunan oleh pemerintah telah mengembangkan sikap apatis dan ketergantungan yang semakin lama semakin besar. usaha besar dan konglomerasi menimbulkan efek domino pada ekonomi Pengambil operan inisiatif pembangunan membuat biaya pembangunan menjadi terkonsentrasi pada pemerintah. Beban yang semakin lama semakin besar ini tidak dipenuhi melalui sumber-sumber pembiayaan dalam negeri melainkan menggunakan sumber pembiayaan luar negeri yang pada gilirannya mendorong munculnya ketergantungan yang semakin besar. Kebijakan yang ditempuh tersebut kurang memberikan apresiasi terhadap kenyataan bahwa didalam negeri terdapat sumber dana yang memadai. Kenyataan bahwa dari seluruh dana yang dihimpun dari masyarakat melalui perbankan (kasus BRI) hanya kurang dari separuh yang dimanfaatkan untuk memberikan pembiayaan usaha melalui kredit.
Pendekatan keuangan mikro dalam generasi kedua membuka pemikiran bahwa pembiayaan pembangunan dapat dilakukan secara komersial menggunakan sumber dana dalam negeri yaitu tabungan masyarakat. Peran perempuan selama beberapa waktu kurang mendapatkan tempat yang sepantasnya meskipun sebenarnya memiliki potensi yang luar biasa. Pengalaman praktek keuangan mikro di berbagai tempat ternyata memberikan bukti yang berbeda. Kaum perempuan justru merupakan kelompok yang proaktif dan handal dalam mengelola ekonomi rumah tangga dan memanfaatkan peluang ekonomi secara optimal. Kaum perempuan juga memberikan dampak berganda (multipler effect) yang lebih besar dari intervensi pembangunan yang dilakukan karena berbagai persoalan keluarga seperti gizi keluarga, kesehatan keluarga, pendidikan anak, dan sebagainya secara langsung maupun tidak langsung akan berdampak.
     
  • Pembiayaan corporate
Pembiayaan corporate adalah badan usaha di luar Bank dan Lembaga Keuangan Bukan Bank yang khusus didirikan untuk melakukan kegiatan usaha: Sewa Guna Usaha, Anjak Piutang, Usaha Kartu Kredit dan atau Pembiayaan Konsumen. Skema bisnis perusahaan pembiayaan didasari oleh adanya underlying asset; dekatnya jaringan industri pembiayaan dengan industri manufaktur, distributor dan pemegang merek tunggal; serta mudah dan cepatnya pelayanan, membuat industri pembiayaan lebih dekat ke konsumennya dibandingkan industri pemberi kredit sejenis.
1.      Sewa Guna Usaha
Sewa guna usaha (Leasing) adalah kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan barang modal baik secara Sewa Pembiayaan (Finance Lease) maupun Sewa Operasional (Operating Lease).
2.      Anak Piutang
Anak piutang (Factoring) adalah kegiatan pembiayaan dalam bentuk pembelian piutang dagang jangka pendek suatu perusahaan berikut pengurusan atas piutang tersebut.
3.      Usaha Kartu Kredit
Usaha Kartu Kredit (Credit Card) adalah kegiatan pembiayaan untuk pembelian barang dan/atau jasa dengan menggunakan kartu kredit.
4.      Pembiayaan Konsumen
Pembiayaan konsumen (Consumer Finance) adalah kegiatan pembiayaan untuk pengadaan barang berdasarkan kebutuhan konsumen dengan pembayaran secara angsuran.

B      Manakah dari kedua pembiayaan tersebut yang lebih menguntungkan
                                                                                                                  
Pembiyaan perbankan ke sektor usaha mikro memiliki banyak manfaat. Hal ini dikarenakan sektor tersebut memiliki beberapa keunggulan dibandingkan sektor corporate, terutama di saat kita tengah menghadapi krisis moneter dan keuangan. Keunggulan iu antara lain: bagi kalangan perbankan, pembiayaan secara serius ke sektor usaha mikro dalam jangka panjang akan mampu memperbaiki problem perbankan (CAR, NOP, BMPK, NPLs, NIM). Hal ini dikarenakan sektor usaha mikro mampu tampil menjadi “katup pengaman”atau “bumper”bagi perbankan, untuk mengefektifkan dana pasif (idle money) dan mempertahankan kinerja. Dalam jangka panjang, pembiayaan sektor usaha mikro yang menjadi basis segmen ritel yang di-maintain dengan baik akan menjadi basis nasabah yang secara fundamental lebih kuat, luas dan loyal. Sektor usaha mikro juga mampu menjadi wahana diversifikasi resiko (spreading of risko karena jumlahnya yang banyak. Pembiayaan ke sektor usaha mikro secara intensif dan berkesinambungan akan menumbuhkan lapisan usaha menengah, kecil, dan mikro yang tangguh. Hal ini gilirannya akan memperkokoh ketahanan dan fundamental ekonomi Negara.
Usaha menengah, kecil dan mikro mampu memberikan kontribusi yang baik terhadap perekonomian nasional. Artinya, secara khusus pemanfaatan KPKM dan KMK-UKM secara efektif dan tepat sasaran –mewakili sekian skim kredit untuk usaha mikro akan memberikan positive multiplier effect bagi Negara. Secara politis pemerintah saat ini tengah mengayomi sector usaha kecil mikro dengan memperkenalkan pendekatan ekonomi kerakyatan. Didukung pula oleh besarnya anggaran untuk ikut membantu  meredam timbulnya gejola social politik dan tindak kriminalitas ditengah kondisi perekonomian yang sulit seperti sekarang ini.

C       Tantangan Pembiayaan Sektor Mikro dan Pembiayaan Corporate

·        Pembiayaan Sektor Mikro
1.      Kesulitan modal
2.      Pengadaan bahan baku
3.      Pemasaran
4.      Kesulitan lainnya Sumber:

·        Tantangan pembiayaan corporate
1.      Neoclassical model
Pada kasus ini kebangkrutan terjadi jika alokasi sumber daya tidak tepat. Kasus restrukturisasi ini terjadi ketika kebangkrutan mempunyai campuran aset yang salah. Mengestimasi kesulitan dilakukan dengan data neraca dan laporan laba rugi. Misalnya profit/assets (untuk mengukur profitabilitas), dan liabilities/assets.
2.      Financial model
Campuran aset benar tapi struktur keuangan salah dengan liquidity constraints (batasan likuiditas). Hal ini berarti bahwa walaupun perusahaan dapat bertahan hidup dalam jangka panjang tapi ia harus bangkrut juga dalam jangka pendek. Hubungan dengan pasar modal yang tidak sempurna dan struktur modal yang inherited menjadi pemicu utama kasus ini. Tidak dapat secara terang ditentukan apakah dalam kasus ini kebangkrutan baik atau buruk untuk direstrukturisasi. Model ini mengestimasi kesulitan dengan indikator keuangan atau indikator kinerja seperti turnover/total assets, revenues/turnover, ROA, ROE, profit margin, stock turnover, receivables turnover, cash flow/ total equity, debt ratio, cash flow/(liabilities-reserves), current ratio, acid test, current liquidity, short term assets/daily operating expenses, gearing ratio, turnover per employee, coverage of fixed assets, working capital, total equity per share, EPS ratio, dan sebagainya.
3.      Corporate governance model
Disini, kebangkrutan mempunyai campuran aset dan struktur keuangan yang benar tapi dikelola dengan buruk. Ketidakefisienan ini mendorong perusahaan menjadi out of the market sebagai konsekuensi dari masalah dalam tata kelola perusahaan yang tak terpecahkan. Model ini mengestimasi kesulitan dengan informasi kepemilikan. Kepemilikan berhubungan dengan struktur tata kelola perusahaan dan goodwill perusahaan.


Sumber:
Membangun mikro banking, Hasanuddin Rahman Dg Naja Yogyakarta: pustaka  widyatama, 20004
http :/ usupress.usu.ac.id

Tidak ada komentar:

Posting Komentar