TUGAS 4
A
Pembiayaan Sektor
Mikro dan Pembiayaan Corporate
·
Pembiayaan sektor mikro
Keberadaan usaha
mikro, merupakan fakta semangat jiwa kewirausahaan sejati di kalangan rakyat
yang bisa menjadi perintis pembaharuan. Melihat peran dari usaha mikro yang
sangat strategis, timbul pertanyaan mengapa usaha ini kebanyakan sulit
berkembang.
Masyarakat
lapisan bawah pada umumnya nyaris tidak tersentuh (undeserved) dan tidak
dianggap memiliki potensi dana oleh
lembaga keuangan formal, sehingga menyebabkan laju
perkembangan ekonominya terhambat
pada tingkat subsistensi saja. Kelompok masyarakat
ini dinilai tidak layak bank (not
bankable) karena tidak memiliki agunan, serta diasumsikan
kemampuan mengembalikan pinjamannya
rendah, kebiasaan menabung yang rendah, dan
mahalnya biaya transaksi. Akibat
asumsi tersebut, maka aksesibilitas dari pengusaha mikro
terhadap sumber keuangan formal
rendah, sehingga kebanyakan mereka mengandalkan
modal apa adanya yang mereka
miliki.
MENGAPA KEUANGAN MIKRO ?
Salah satu cara
untuk memecahkan persoalan yang pelik itu, yaitu pembiayaan masyarakat miskin
pengusaha mikro, adalah melalui keuangan mikro.
Keuangan mikro
berfungsi memberikan dukungan modal bagi pengusaha mikro (microenterprises)
untuk meningkatkan usahanya, setelah itu usaha mereka akan berjalan lebih
lancar dan lebih “besar”. Kebutuhan dana bagi microenterprises setelah
mendapat dukungan modal itu akan meningkat, sehingga dibutuhkan Lembaga
Keuangan Masyarakat (Mikro) yang dapat secara terus-menerus melayani kebutuhan
mereka.
Dalam mengembangkan keuangan mikro
untuk melayani masyarakat miskin (economically active poor)
tersebut, terdapat beberapa alternatif yang bisa dilakukan :
·
Banking
of the poor
Bentuk ini
mendasarkan diri pada saving led microfinance, dimana mobilisasi keuangan
mendasarkan diri dari kemampuan yang dimiliki oleh masyarakat miskin itu sendiri.
Bentuk ini juga mendasarkan pula atas membership base, dimana keanggotaan
dan partisipasinya terhadap kelembagaan mempunyai makna yang penting.
Bentuk-bentuk yang telah terlembaga di masyarakat antara lain : Kelompok Swadaya
Masyarakat (KSM), Kelompok Usaha Bersama, Credit Union (CU), Koperasi
Simpan Pinjam (KSP), dll.
·
Banking
with the poor
Bentuk ini
mendasarkan diri dari memanfaatkan kelembagaan yang telah ada, baik kelembagaan
(organisasi) sosial masyarakat yang mayoritas bersifat informal atau yang
sering disebut Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) serta lembaga keuangan formal
(bank). Kedua lembaga yang nature-nya berbeda itu, diupayakan untuk diorganisir
dan dihubungkan atas dasar semangat simbiose mutualisme, atau saling menguntungkan.
Pihak bank akan mendapat nasabah yang makin banyak (outreaching),
sementara pihak masyarakat miskin akan mendapat akses untuk mendapatkan financial
support. Di Indonesia, hal ini dikenal dengan pola yang sering disebut Pola
Hubungan Bank dan Kelompok Swadaya Masyarakat (PHBK).
·
Banking
for the poor
Bentuk ini
mendasarkan diri atas credit led institution dimana sumber dari financial
support terutama bukan diperoleh dari mobilisasi tabungan masyarakat
miskin, namun memperoleh dari sumber lain yang memang ditujukan untuk
masyarakat miskin. Dengan demikian tersedia dana cukup besar yang memang
ditujukan kepada masyarakat miskin melalui kredit. Contoh bentuk ini adalah :
Badan Kredit Desa (BKD), Lembaga Dana Kredit Pedesaan (LDKP), Grameen Bank,
ASA, dll. Bentuk pertama (Banking of the poor) menekankan pada aspek
pendidikan bagi masyarakat miskin, serta melatih kemandirian. Bentuk ketiga (Banking
for the poor) menekankan pada penggalangan resources yang dijadikan
modal (capital heavy), yang ditujukan untuk masyarakat miskin. Sedangkan
bentuk kedua (Banking with the poor) lebih menekankan pada fungsi
penghubung (intermediary) dan memanfaatkan kelembagaan yang telah ada.
KEUANGAN MIKRO DAN DUA GENERASI PEMBANGUNAN
Proses
pembangunan di Indonesia seperti di banyak negara berkembang lainnya, pada
awalnya menyikapi persoalan kemiskinan (termasuk didalamnya ekonomi rakyat)
dengan melihatnya sebagai keadaan sementara yang dalam proses pembangunan lebih
lanjut akan secara otomatis menghilang melalui proses trickle down effect.
Untuk membantu rakyat miskin bertahan dalam kemiskinannya sampai tiba waktunya
kue pembangunan menetes pada mereka, disediakanlah berbagai bantuan kepada
mereka mulai dari penyediaan berbagai kebutuhan dasar seperti pangan, sandang,
kesehatan, maupun pendidikan sampai bantuan teknis dan hibah peralatan serta
modal.
Pendekatan yang
sering disebut sebagai pendekatan pembangunan generasi pertama ini harus diakui telah mampu meningkatkan berbagai
indikator social secara signifikan. Namun pendekatan ini telah menimbulkan
berbagai persoalan seperti berkembangnya sikap ketergantungan dan melemahnya
berbagai modal sosial yang dimiliki masyarakat, tidak diselesaikannya akar
masalah penyebab kemiskinan yaitu ketimpangan distribusi dan akses terhadap
sumber daya ekonomi, masih dipinggirkannya peran perempuan, dan semakin
melebarnya jurang perbedaan antara mereka yang diuntungkan dalam kebijakan
perekonomian yang diambil dengan rakyat miskin secara keseluruhan.
Belajar dari
pengalaman generasi pertama, pendekatan pembangunan generasi kedua mulai menggunakan keuangan mikro sebagai metode
utamanya. Kontribusi dari pendekatan generasi kedua ini adalah:
·
diversifikasi pelaku utama pembangunan,
·
pembiayaan pembangunan yang menggunakan
sumber-sumber keuangan dari masyarakat sendiri,
·
semakin pentingnya peran perempuan
·
pendekatan pembangunan yang memiliki potensi
untuk berlanjut (sustainable).
Pendekatan
pembangunan generasi pertama yang menumpukan inisiatif pembangunan pada pemerintah
telah memiliki dampak yang kurang menguntungkan pada dua arah. Pada sisi pemerintah
beban pembangunan yang sebelumnya tersebar pada berbagai kelompok masyarakat
mengerucut dan menjadi beban pemerintah sendiri. Sementara pada masyarakat,
pengambiloperan berbagai kegiatan pembangunan oleh pemerintah telah mengembangkan
sikap apatis dan ketergantungan yang semakin lama semakin besar. usaha besar
dan konglomerasi menimbulkan efek domino pada ekonomi Pengambil operan
inisiatif pembangunan membuat biaya pembangunan menjadi terkonsentrasi pada
pemerintah. Beban yang semakin lama semakin besar ini tidak dipenuhi melalui
sumber-sumber pembiayaan dalam negeri melainkan menggunakan sumber pembiayaan
luar negeri yang pada gilirannya mendorong munculnya ketergantungan yang semakin
besar. Kebijakan yang ditempuh tersebut kurang memberikan apresiasi terhadap kenyataan
bahwa didalam negeri terdapat sumber dana yang memadai. Kenyataan bahwa dari
seluruh dana yang dihimpun dari masyarakat melalui perbankan (kasus BRI) hanya kurang
dari separuh yang dimanfaatkan untuk memberikan pembiayaan usaha melalui kredit.
Pendekatan
keuangan mikro dalam generasi kedua membuka pemikiran bahwa pembiayaan pembangunan
dapat dilakukan secara komersial menggunakan sumber dana dalam negeri
yaitu tabungan masyarakat. Peran perempuan selama beberapa waktu kurang
mendapatkan tempat yang sepantasnya meskipun sebenarnya memiliki potensi yang
luar biasa. Pengalaman praktek keuangan mikro di berbagai tempat ternyata memberikan
bukti yang berbeda. Kaum perempuan justru merupakan kelompok yang proaktif dan
handal dalam mengelola ekonomi rumah tangga dan memanfaatkan peluang ekonomi
secara optimal. Kaum perempuan juga memberikan dampak berganda (multipler
effect) yang lebih besar dari intervensi pembangunan yang dilakukan karena
berbagai persoalan keluarga seperti gizi keluarga, kesehatan keluarga, pendidikan
anak, dan sebagainya secara langsung maupun tidak langsung akan berdampak.
- Pembiayaan corporate
Pembiayaan corporate adalah badan
usaha di luar Bank dan Lembaga Keuangan Bukan Bank yang khusus didirikan untuk
melakukan kegiatan usaha: Sewa Guna Usaha, Anjak Piutang, Usaha Kartu Kredit
dan atau Pembiayaan Konsumen. Skema bisnis perusahaan pembiayaan
didasari oleh adanya underlying asset; dekatnya jaringan industri pembiayaan
dengan industri manufaktur, distributor dan pemegang merek tunggal; serta mudah
dan cepatnya pelayanan, membuat industri pembiayaan lebih dekat ke konsumennya
dibandingkan industri pemberi kredit sejenis.
1. Sewa Guna Usaha
Sewa guna usaha (Leasing) adalah kegiatan
pembiayaan dalam bentuk penyediaan barang modal baik secara Sewa Pembiayaan
(Finance Lease) maupun Sewa Operasional (Operating Lease).
2. Anak Piutang
Anak piutang (Factoring) adalah kegiatan
pembiayaan dalam bentuk pembelian piutang dagang jangka pendek suatu perusahaan
berikut pengurusan atas piutang tersebut.
3. Usaha Kartu Kredit
Usaha Kartu Kredit (Credit Card) adalah
kegiatan pembiayaan untuk pembelian barang dan/atau jasa dengan menggunakan
kartu kredit.
4. Pembiayaan Konsumen
Pembiayaan konsumen
(Consumer Finance) adalah kegiatan pembiayaan untuk pengadaan barang
berdasarkan kebutuhan konsumen dengan pembayaran secara angsuran.
B
Manakah dari kedua pembiayaan tersebut yang lebih
menguntungkan
Pembiyaan
perbankan ke sektor usaha mikro memiliki banyak manfaat. Hal ini dikarenakan
sektor tersebut memiliki beberapa keunggulan dibandingkan sektor corporate,
terutama di saat kita tengah menghadapi krisis moneter dan keuangan. Keunggulan
iu antara lain: bagi kalangan perbankan, pembiayaan secara serius ke sektor
usaha mikro dalam jangka panjang akan mampu memperbaiki problem perbankan (CAR,
NOP, BMPK, NPLs, NIM). Hal ini dikarenakan sektor usaha mikro mampu tampil
menjadi “katup pengaman”atau “bumper”bagi perbankan, untuk mengefektifkan dana
pasif (idle money) dan mempertahankan kinerja. Dalam jangka panjang, pembiayaan
sektor usaha mikro yang menjadi basis segmen ritel yang di-maintain dengan baik
akan menjadi basis nasabah yang secara fundamental lebih kuat, luas dan loyal.
Sektor usaha mikro juga mampu menjadi wahana diversifikasi resiko (spreading of
risko karena jumlahnya yang banyak. Pembiayaan ke sektor usaha mikro secara
intensif dan berkesinambungan akan menumbuhkan lapisan usaha menengah, kecil,
dan mikro yang tangguh. Hal ini gilirannya akan memperkokoh ketahanan dan
fundamental ekonomi Negara.
Usaha menengah,
kecil dan mikro mampu memberikan kontribusi yang baik terhadap perekonomian
nasional. Artinya, secara khusus pemanfaatan KPKM dan KMK-UKM secara efektif
dan tepat sasaran –mewakili sekian skim kredit untuk usaha mikro akan
memberikan positive multiplier effect bagi Negara. Secara politis pemerintah
saat ini tengah mengayomi sector usaha kecil mikro dengan memperkenalkan
pendekatan ekonomi kerakyatan. Didukung pula oleh besarnya anggaran untuk ikut
membantu meredam timbulnya gejola social
politik dan tindak kriminalitas ditengah kondisi perekonomian yang sulit
seperti sekarang ini.
C
Tantangan Pembiayaan Sektor Mikro dan
Pembiayaan Corporate
·
Pembiayaan
Sektor Mikro
1. Kesulitan modal
2. Pengadaan
bahan baku
3. Pemasaran
4. Kesulitan
lainnya Sumber:
·
Tantangan pembiayaan corporate
1.
Neoclassical
model
Pada kasus ini kebangkrutan terjadi
jika alokasi sumber daya tidak tepat. Kasus restrukturisasi ini terjadi ketika
kebangkrutan mempunyai campuran aset yang salah. Mengestimasi kesulitan
dilakukan dengan data neraca dan laporan laba rugi. Misalnya profit/assets (untuk mengukur
profitabilitas), dan liabilities/assets.
2. Financial model
Campuran aset
benar tapi struktur keuangan salah dengan liquidity constraints (batasan likuiditas). Hal
ini berarti bahwa walaupun perusahaan dapat bertahan hidup dalam jangka
panjang tapi ia harus bangkrut juga dalam jangka pendek. Hubungan dengan
pasar modal yang tidak sempurna dan struktur modal yang inherited menjadi pemicu
utama kasus ini. Tidak dapat secara terang ditentukan apakah dalam kasus
ini kebangkrutan baik atau buruk untuk direstrukturisasi. Model ini
mengestimasi kesulitan dengan indikator keuangan atau indikator kinerja
seperti turnover/total assets,
revenues/turnover, ROA, ROE, profit margin, stock turnover, receivables turnover, cash flow/
total equity, debt ratio, cash flow/(liabilities-reserves), current ratio,
acid test, current liquidity, short term assets/daily operating expenses,
gearing ratio, turnover per employee, coverage of fixed assets, working
capital, total equity per share, EPS ratio, dan sebagainya.
3. Corporate governance model
Disini,
kebangkrutan mempunyai campuran aset dan struktur keuangan yang benar tapi
dikelola dengan buruk. Ketidakefisienan ini mendorong perusahaan menjadi out
of the market sebagai konsekuensi dari masalah dalam tata kelola perusahaan
yang tak terpecahkan. Model ini mengestimasi kesulitan dengan informasi
kepemilikan. Kepemilikan berhubungan dengan struktur tata kelola perusahaan dan
goodwill perusahaan.
Sumber:
Membangun mikro banking, Hasanuddin Rahman Dg Naja
Yogyakarta: pustaka widyatama, 20004
http :/ usupress.usu.ac.id
Tidak ada komentar:
Posting Komentar