Minggu, 09 November 2014





Judul Jurnal : ETIKA & PROFESIONAL AKUNTAN PUBLIK
Penulis : Mudrika Alamsyah Hasan / Dosen FE Universitas Riau Pekbis Jurnal, Vol.1, No.3, November 2009: 159-167 


ETIKA & PROFESIONAL AKUNTAN PUBLIK

Mudrika Alamsyah Hasan

Dosen FE Universitas Riau ABSTRAK 

Tulisan ini menguraikan tentang etika profesi akuntan publik yang merupakan karakteristik dari suatu profesi yang membedakan dengan profesi yang lain dan yang berfungsi mengatur tingkah laku para anggotanya. Profesi akuntan publik saat ini tengah menghadapi berbagai sorotan tajam dari masyarakat, terlebih setelah terungkapnya kasus manipulasi yang dilakukan perusahaan Enron yang merupakan tonggak pemicu terjadinya krisis kepercayaan dalam profesi akuntan. Tulisan ini difokuskan terutama untuk menjawab bagaimana peranan etika profesi dalam meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap profesi akuntan publik. profesional bagi akuntan publik adalah prilaku untuk bertanggung jawab terhadap profesinya, diri sendiri, peraturan, undang-undang, klien, dan masyarakat termasuk para pemakai laporan keuangan. 
Key Words : Etika profesional, akuntan publik 

PENDAHULUAN 
Dalam menjalankan profesinya, seorang akuntan diatur oleh suatu kode etik akuntan. Kode etik akuntan yaitu norma perilaku yang mengatur hubungan antara akuntan dengan para klien, antara akuntan dengan sejawatnya, dan antara profesi dengan masyarakat. Akuntan publik sebagai pihak yang bebas dan tidak memihak (independen ) dalam melakukan pemeriksaan yang objektif atas laporan keuangan dan menyatakan pendapatnya atas kewajaran laporan keuangan, sangat diperlukan jasanya oleh masyarakat pengguna laporan keuangan. Guna meningkatkan kepercayaan pemakai jasa profesi akuntan publik sebagaimana layaknya yang mereka harapkan, maka perlu adanya kode etik akuntan, termasuk kode etik bagi akuntan publik. Dengan adanya kode etik, para akuntan publik dapat menentukan mana perilaku yang pantas (etis) ia lakukan dan mana yang tidak pantas ( tidak etis). 
Penetapan kode etik oleh Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) sebagai satu-satunya organisasi profesi di Indonesia, merupakan upaya dalam rangka penegakan etika, dalam hal ini khususnya bagi akuntan publik. Berkembangnya profesi akuntan publik, telah banyak diakui oleh berbagai kalangan masyarakat. Sedikit tidaknya masyarakat dunia usaha telah menggantungkan kebutuhan bisnisnya dengan jasa akuntan publik. Seiring dengan perkembangan tersebut, muncul pula suatu fenomena baru di tengah kehidupan bisnis masyarakat kita akhir-akhir ini. Meskipun IAI sudah menetapkan kode etik bagi akuntan termasuk akuntan publik, tetapi masih tetap ada pelanggaranpelanggaran etika. Adanya pelanggaran-pelanggaran etika ini tentu saja menimbulkan krisis kepercayaan terhadap profesi akuntan publik itu sendiri. Ini merupakan tantangan bagi akuntan publik pada masa yang akan datang untuk tetap mempertahankan citra profesinya di mata masyrakat. Oleh karena itu sudah sewajarnya diperlukan penegakan etika bagi akuntan publik, terlebih lagi setelah munculnya krisis kepercayaan tersebut. Dengan adanya penegakan etika, diharapkan mampu menghilangkan krisis kepercayaan masyarakat terhadap profesi akuntan publik. Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dapat diidentifikasikan beberapa masalah sebagai berikut: 
1.Sejauhmana perlunya penegakan etika bagi akuntan publik. 
2.Faktor-faktor apa yang berpengaruh terhadap penegakan etika akuntan publik. 
3.Bagaimana tanggung jawab IAI dalam upaya penegakan etika profesi akuntan, khususnya akuntan publik. 

TINJAUAN TEORITIS 
Etika, Profesi dan Peran Kode Etik Di Indonesia etika diterjemahkan menjadi kesusilaan karena sila berarti dasar, kaidah atau aturan, sedangkan su berarti baik, benar dan bagus. Selanjutnya, selain kaidah etika masyarakat juga terdapat apa yang disebut dengan kaidah profesional yang khusus berlaku dalam kelompok profesi yang bersangkutan. Oleh karena merupakan konsensus, maka etika tersebut dinyatakan secara tertulis atau formal dan selanjutnya disebut “kode etik”. Sifat sanksinya juga moral psikologik, yaitu dikucilkan atau disingkirkan dari pergaulan kelompok profesi yang bersangkutan (Arens :2008). Chua et al, (dalam jurnal Riset Akuntansi Indonesia, 2000), dalam konteks etika profesi, mengungkapkan bahwa etika profesional juga berkaitan dengan perilaku moral. Dalam hal ini perilaku moral lebih terbatas pada pengertian yang diliputi kekhasan pola etis yang diharapkan untuk profesi tertentu. Dengan demikian, yang dimaksud etika dalam konteks makalah ini adalah tanggapan atau penerimaan seseorang terhadap suatu peristiwa moral tertentu melalui proses penentuan yang kompleks dengan penyeimbangan pertimbangan sisi dalam (inner) dan sisi luar (outer) yang disifati oleh kombinasi unik dari pengalaman dan pembelajaran dari masing-masing individu, sehingga dia dapat memutuskan tentang apa yang harus dilakukannya dalam situasi tertentu. Keberadaan kode etik yang menyatakan secara eksplisit beberapa kriteria tingkah laku yang khusus terdapat pada profesi, maka dengan cara ini kode etik profesi memberikan beberapa solusi langsung yang mungkin tidak tersedia dalam teori-teori yang umum. Di samping itu dengan adanya kode etik, maka para anggota profesi akan lebih memahami apa yang diharapkan profesi terhadap anggotanya. Kewajiban untuk mematuhi kode etik ini berlaku untuk semua akuntan, termasuk akuntan publik. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Sikap dan Perilaku Etis Akuntan Publik Griffin dan Ebert (1998) mendefinisikan perilaku etis sebagai perilaku yang sesuai dengan norma-norma sosial yang diterima secara umum sehubungan dengan tindakan-tindakan yang bermanfaat dan yang membahayakan. Mc-Conell (dalam Nurhayati 1998), menyatakan bahwa perilaku kepribadian merupakan karakteristik individu dalam menyesuaikan diri dengan lingkungannya, karakteristik yang dimaksud meliputi : sifat, kemampuan, nilai, keterampilan, sikap serta intelegensi yang muncul dalam pola perilaku seseorang. Jadi perilaku merupakan perwujudan atau manifestasi karakteristik seseorang dalam menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Dalam hubungannya dengan akuntan publik, berdasarkan Jurnal Riset Akuntansi Indonesia (edisi 2001) menyatakan bahwa ada beberapa faktor yang memungkinkan berpengaruh terhadap sikap dan perilaku etis akuntan, termasuk akuntan publik. Faktor-faktor tersebut antara lain : 
1. Faktor Posisi / Kedudukan. Ponemon (1990) menunjukkan bahwa semakin tinggi posisi / kedudukan di KAP ( dalam hal ini Partner dan Manajer) cenderung memiliki pemikiran etis yang rendah, sehingga berakibat pada rendahnya sikap dan perilaku etis mereka. 
2. Faktor imbalan yang diterima ( berupa gaji / upah dan penghargaan/insentif) Pada dasarnya seseorang yang bekerja, mengharapkan imbalan yang sesuai dengan pekerjaannya. Karena dengan upah yang sesuai dengan pekerjaannya, maka akan timbul pula rasa gairah kerja yang semakin baik dan ada kecenderungan untuk bekerja secara jujur disebabkan ada rasa timbal balik yang selaras dan tercukupi kebutuhannnya. Selain gaji/upah, seseorang yang bekerja membutuhkan penghargaan atas hasil karya yang telah dilakukan, baik penghargaan yang bersifat materil maupun non materil. Jika ia mendapatkan penghargaan sesuai dengan karyanya maka si pekerja akan berbuat sesuai aturan kerja dalam rangka menjaga citra profesinya baik di dalam maupun diluar pekerjaannya . 
3.Faktor Pendidikan (formal, nonformal dan informal) Sudibyo (1995 dalam Khomsiyah dan Indriantoro 1997) menyatakan bahwa pendidikan akuntansi (pendidikan formal) mempunyai pengaruh yang besar terhadap perilaku etis akuntan publik. 
4. Faktor organisasional (perilaku atasan, lingkungan kerja, budaya organisasi, hubungan dengan rekan kerja). Komitmen atasan merupakan wibawa dari profesi, bila atasan tidak memberi contoh yang baik pada bawahan maka akan menimbulkan sikap dan perilaku tidak baik dalam diri bawahan sebab ia merasa bahwa atasannya bukanlah pemimpin yang baik (Anaraga 1998). Lingkungan kerja turut menjadi faktor yang mempengaruhi etika individu. Lingkungan kerja yang baik akan membawa pengaruh yang baik pula pada segala pihak, termasuk para pekerja, hasil pekerjaan dan perilaku di dalamnya. 
5.Faktor Lingkungan Keluarga Pada umumnya individu cenderung untuk memilih sikap yang konformis/ searah dengan sikap dan perilaku orang-orang yang dianggapnya penting (dalam hal ini anggota keluarga). Kecenderungan ini antara lain di motivasi oleh keinginan untuk berafiliasi dan keinginan untuk menghindari konflik. Jadi jika lingkungan keluarga bersikap dan berperilaku etis, maka yang muncul adalah sikap dan perilaku etis pula (Azwar 1998 : 32 ). 
6. Faktor Pengalaman Hidup Beberapa pengalaman hidup yang relevan dapat mempengaruhi sikap etis apabila pengalaman hidup tersebut meninggalkan kesan yang kuat. Apabila seseorang dapat mengambil pelajaran dari pengalaman masa lalunya maka akan menumbuhkan sikap dan perilaku yang semakin etis . 7.Faktor Religiusitas Agama sebagai suatu sistem, mempunyai pengaruh dalam pembentukan sikap karena ia meletakkan dasar konsep moral dalam individu. Setiap agama mengajarkan konsep sikap dan perilaku etis, yang menjadi stimulus dan dapat memperteguh sikap dan perilaku etis. 
8.Faktor Hukum (sistem hukum dan sanksi yang diberikan). Kasir (1998), berpendapat bahwa hukum yang berlaku pada suatu profesi hendaklah mengandung muatan etika agar anggota profesi merasa. Demikian halnya dengan sanksi yang dikenakan harus tegas dan jelas sehingga anggota cenderung tidak mengulang kesalahan yang sama dalam kesempatan yang berbeda. 
9. Faktor Emotional Quotient (EQ). EQ adalah bagaimana seseorang itu pandai mengendalikan perasaan dan emosi pada setiap kondisi yang melingkupinya. EQ lebih penting dari pada IQ. Bagaimanapun juga seseorang yang cerdas bukanlah hanya cerdas dalam hal intelektualnya saja, tetapi intelektualitas tanpa adanya EQ dapat melahirkan perilaku yang tidak etis (Goleman, 1997). Berdasarkan faktor-faktor di atas dapat disimpulkan bahwa sikap akan menentukan warna atau corak tingkah laku seorang untuk berperilaku etis dan tidak etis. 

Upaya Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) Terhadap Penegakan Etika Akuntan Publik. 
Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) sebagai satu-satunya organisasi profesi akuntan di Indonesia telah berupaya untuk melakukan penegakan etika profesi bagi akuntan publik. Untuk mewujudkan perilaku profesionalnya, maka IAI menetapkan kode etik Ikatan Akuntan Indonesia. Kode etik tersebut dibuat untuk menentukan standar perilaku bagi para akuntan, terutama akuntan publik (Arens :2008). Al-Haryono Yusuf (2001) menyatakan bahwa kode etik Ikatan Akuntan Indonesia sebagaimana ditetapkan dalam kongres VIII Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) di Jakarta pada tahun 1998, terdiri dari. 
1.Prinsip Etika Terdiri dari 8 prinsip etika profesi, yang merupakan landasan perilaku etika profesional, memberikan kerangka dasar bagi aturan etika, dan mengatur pelaksanaan pemberian jasa profesional oleh anggota, yang meliputi: tanggung jawab profesi, kepentingan publik, integritas, objektivitas, kompetensi dan kehati-hatian profesional, kerahasiaan, perilaku profesional, dan standar teknis. 
2. Aturan Etika Kompartemen Akuntan Publik Terdiri dari independen, integritas dan objektivitas, standar umum dan prinsip akuntansi, tanggung jawab kepada klien, tanggung jawab kepada rekan seprofesi, serta tanggung jawab dan praktik lain. 
3. Interpretasi Aturan Etika. Interpretasi aturan etika merupakan panduan dalam menerapkan etika, tanpa dimaksudkan untuk membatasi lingkup dan penerapannnya. Di Indonesia, penegakan kode etik dilaksanakan oleh sekurang-kurangnya enam unit organisasi, yaitu: Kantor Akuntan Publik, Unit Peer Reiew Kompartemen Akuntan Publik-IAI, Badan Pengawas Profesi Kompartemen Akuntan Publik-IAI, Dewan Pertimbangan Profesi-IAI, Departemen Keuangan RI, dan BPKP. Selain keenam unit organisasi tadi, pengawasan terhadap kode etik diharapkan dapat dilakukan sendiri oleh para anggota dan pimpinan KAP. Meskipun telah dibentuk unit organisasi penegakan etika sebagaimana disebutkan di atas, namun demikian pelanggaran terhadap kode etik ini masih ada. Berdasarkan laporan Dewan Kehormatan dan Pengurus Pusat IAI dalam kongres IAI, pelanggaran terhadap kode etik dan sengketa secara umum meliputi sebagai berikut : 
a.Kongres V (1982-1986), meliputi: publikasi, pelanggaran obyektivitas dan komunikasi. 
b.Kongres VI (1986-1994), meliputi: publikasi, pelanggaran obyektivitas dankomunikasi. 
c.Kongres VII (1994-1994 ), meliputi: standar teknis, komunikasi danpublikasi. 
d.Kongres VIII (1990-1994), meliputi: obyektivitas, komunikasi, standar teknis dan kerahasiaan. 

Berdasarkan pernyataan di atas, dapat disimpulkan bahwa meskipun IAI telah berupaya melakukan penegakan etika profesi bagi akuntan, khususnya akuntan publik, namun demikian sikap dan perilaku tidak etis dari para akuntan publik masih tetap ada. Hal ini terlihat dari laporan Dewan Kehormatan IAI untuk tiap-tiap periode selalu menunjukkan adanya kasus pelanggaran etika.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar